AUFKLARUNG FOR ALL
Silahkan ketik berita yang anda inginkan di kolom ini.

Selamat Datang di Aufklarung For All "Pencerahan Untuk Semua".

Informasi yang ada dalam blog ini semata-mata sebagai bentuk penyampaian uneg-uneg dan aspirasi. Semoga bisa menambah pengetahuan kita dan memberikan inspirasi kepada siapa pun yang membaca blog ini. Tulisan tidak akan lekang oleh waktu, satu goresan pena akan mampu merubah dunia bila kita menyadarinya. Semoga bermanfaat!

Kamis, 04 Oktober 2012

Belajar dari Sejarah (Kilas balik Tragedi G 30 S/PKI)


Oleh : W. Aryo Suseno


Tanggal 30 September 1965, 47 tahun yang lalu telah terjadi tragedi nasional, yang menjadi catatan sejarah kelam bangsa Indonesia. Tanggal 30 September 1965 tepatnya, enam jenderal Angkatan Darat gugur terbunuh oleh usaha kup yang sampai kini belum kita ketahui secara jelas, siapa yang paling bertanggung jawab mendalangi peristiwa keji ini. PKI adalah pihak yang selama ini dinyatakan bersalah sebagai pelaku kup yang bisa dikatakan gagal ini. Namun...
banyaknya fakta yang ditutup-tutupi oleh orde baru dibawah rezim Soeharto, telah membuat kita sedikit ragu, ”Benarkah PKI perancang sekaligus pelaku peristiwa ini?”.
Kup yang gagal yang kemudian populer dengan sebutan Gestapu ini, kemudian diiringi dengan sebuah aksi pembalasan pembunuhan massal terhadap mereka yang dianggap komunis oleh mereka yang anti komunis. Konflik ini telah menggenangi bumi pertiwi dengan tangis dan banjir darah. Pembantaian massal (genosida) ini hanya dapat tertandingi dengan pembantaian yang dilakukan rezim Pol Pot di Kamboja. Itu korban yang meninggal, belum lagi berpuluh-puluh ribu rakyat Indonesia yang lenyap dalam tahanan dan pembuangan, yang berpuluh-puluh tahun tidak diadili. Genaplah sudah duka dan derita bangsa Indonesia pada tahun-tahun itu.
Sejarah yang telah banyak dimanipulasi oleh kepentingan-kepentingan politik menjadikan kita buram dalam menganalisa dan mencari kebenaran sejarah. Sejarah yang abu-abu akibat penjungkirbalikkan dan pemlintiran fakta ini mengakibatkan kita kurang mampu memahaminya secara obyektif.
Buku-buku mengenai G 30 S/PKI yang terbit dan beredar setelah orde reformasi digulirkan harus kita sikapi secara kritis, karena bukan tidak mungkin buku-buku tersebut memiliki muatan-muatan politis. Wacana dan fakta-fakta yang disuguhkan buku-buku tersebut kadang dan bahkan seringkali memunculkan tafsir dan penilaian yang kontradiktif antara buku yang satu dengan buku yang lain. Rakyat Indonesia, terutama generasi intelektual mudanya harus pandai-pandai dalam mengorek dan menggali kebenaran sejarah. Kita jangan mudah terbawa alur opini yang teruntai dalam manuskrip tersebut, tanpa analisa kritis dan kehendak kuat untuk mengkomparasikan dengan buku lain, hanya dengan analisa yang jeli kita akan mampu membuat kesimpulan yang tidak pincang namun tajam dan komprehensif.
Banyak opini yang berkembang saat ini yang kemudian memunculkan sejumlah tanya, seperti pertanyaan sebelumnya, Apakah memang benar PKI perancang sekaligus pelaku dari peristiwa kup tersebut?, atau apakah PKI hanya memanfaatkan konflik yang terjadi di internal Angkatan Darat? (yaitu konflik antara Perwira Tinggi dibawah Nasution dan Yani yang dinilai gemar berfoya-foya oleh Perwira-perwira menengah yang mengaku revolusioner sejalan dengan Bung Karno dibawah komando Letkol Untung.)
Ada opini yang menyatakan bahwa PKI hanya memanfaatkan momentum tersebut agar tidak terlempar dari peta perpolitikan Indonesia. Asumsi yang berkembang ditubuh partai komunis ini adalah, bahwasanya jikalau AD berhasil memegang kekuasaan pasca Bung Karno lengser, maka mereka (AD) akan membinasakan dan mengubur partai yang berhaluan komunis ini. PKI merupakan salah satu partai besar kala itu dan telah menjalin kerjasama dengan Peking dibawah Mao Ze Dong. Sementara disisi lain AD lebih berorientasi ke barat (Amerika Serikat). Asumsi ini sangat beralasan sekali karena ketika itu AD sangat bermusuhan dengan PKI dan sama-sama berebut simpati Bung Karno dan berambisi untuk memegang kekuasaan. Klimaks dari pertentangan ini adalah didirikannya Dewan Revolusi oleh PKI untuk menangkal Dewan Jenderal yang santer diisukan waktu itu.
Pemimpin Besar Revolusi sekaligus Proklamator Kemerdekaan RI, Soekarno yang lebih familiar dengan panggilan Bung Karno, jelas tidak akan luput dari penilaian mengingat posisi vital beliau pada waktu itu. Pertanyaan yang bernada samapun muncul, apakah beliau terlibat dalam peristiwa itu atau tidak?. Beliau telah menyatakan bahwa pembunuhan (jenderal) itu adalah ”riak didalam samudera” sebagai penggambaran dari jalannya revolusi yang kadang memakan anak sendiri. Sebuah peristiwa yang tidak wajar yang beliau respon dengan pernyataan yang menimbulkan tafsir seolah-olah Bung Karno tidak mempedulikan kematian para jenderal. Inilah yang melahirkan opini bahwa seolah-olah Soekarno terlibat dalam peristiwa ini.
Keengganan Bung Karno membubarkan PKI yang merupakan tuntutan kuat dari rakyat, membuat beliau harus rela tergusur oleh Sang fenomenal Jenderal Soeharto yang dikenal publik luar negeri dengan sebutan  ”The Smilling General” atau jenderal senyum itu. Bung Karno bisa saja mempertahankan kekuasaanya (dalam hal ini menangkal sepak terjang Soeharto). Ini terbukti dari dukungan kuat yang diberikan militer Kodam Siliwangi, Brawijaya dan Diponegoro (tiga pusat kekuatan terpenting militer Indonesia). Namun jiwa seorang negarawan dan kecintaannya yang tinggi pada bangsa Indonesia lebih beliau kedepankan. Bung karno tidak ingin melihat sesama putra pertiwi terlibat perang saudara yang ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat. Seorang pemimpin memiliki masa dan massanya sendiri-sendiri, era Soekarno telah berlalu kekuasaan berpindah ketangan Soeharto.
Soeharto muncul sebagai pahlawan baru Indonesia dengan kegesitannya menggasak PKI beserta ormas-ormasnya dan mampu menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kekuasaan yang beliau genggam sejak 1966, semenjak menerima surat sakti ”Supersemar” telah menjadikan Soeharto ikon baru sejarah Indonesia. Di era pemerintahannya, beliau mampu membawa Indonesia menjadi negara yang aman, tenteram dan sejahtera. Pernah diibaratkan dulu menurut mitologi jawa bahwa ramalan Jayabaya (Raja Kediri) telah terbukti. Yaitu Nusantara/Indonesia menjadi negara yang “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo”.
Krisis moneter yang merembet menjadi krisis multidimensi menggoyahkan kekuasaan Soeharto. KKN yang merajalela, kekuasaan yang otoriteristik yang kadang tidak segan untuk bertindak represif, demokrasi yang hanya manis dibibir saja dan segudang problema bangsa yang lain, adalah beberapa kemuakan rakyat pada rezim ini. Mahasiswa, politisi pro demokrasi beserta rakyat berbondong-bondong unjuk rasa menuntut Soeharto lengser. Derasnya tuntutan massa membuat beliau mesti rela ”lengser keprabon”. Kekuasaan yang beliau cengkeram lebih dari tiga dasawarsa usai sudah.
Namun kini nama beliaupun menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai diskusi formal ataupun nonformal yang membahas peristiwa berdarah ini. Buku-buku yang beredar setelah beliau lengser, yang tersusun dari berbagai narasumber, pledoi pembelaan aktor-aktor Gestapu dan sebagainya telah merubah sikap pandang kita. Data-data dan pernyataan-pernyataan yang terungkap dalam buku-buku tersebut sedikit banyak telah menyumbang dalam merubah pencitraan beliau(Soeharto) dimata rakyat Indonesia.
Rakyat Indonesia kini memiliki banyak kacamata untuk memandang sejarah. Satu sandaran dan juga sebagai simpulan kita dalam mengkaji sejarah yaitu sebuah pepatah bijak, ”Tiada gading yang tak retak”, tiada manusia yang sempurna dimuka bumi ini. Itulah sikap pandang yang mesti kita tumbuh kembangkan dalam menilai pemimpin-pemimpin kita, atas semua jasa besar maupun kesalahannya. Benar apa yang pernah terlontar dari mulut Bung Karno, ”Aku dikutuk bak bandit dan dipuja bak dewa”,itulah konsekuensi dari seorang pemimpin


TANTANGAN INDONESIA MASA KINI DAN MASA MENDATANG.
Untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, adil dan sejahtera, tentunya segala aspek kehidupan harus dibenahi dan terus ditingkatkan. Seluruh komponen bangsa dan sumberdaya yang dimiliki harus dikelola dan dimanfaatkan secara maksimal. Institusi pemerintahan, peradilan, parlemen, partai politik, LSM, ormas, mahasiswa dan sebagainya harus dibenahi dan ditingkatkan kualitasnya secara konsisten dalam usaha memajukan bangsa.
Hari ini penguatan kehidupan demokrasi di negeri ini semakin nampak. Orang bebas menyalurkan aspirasi mereka, partai politik makin riuh dalam kancah perpolitikan nasional. Kondisi yang demikian mesti dipelihara dan dijaga jangan sampai keluar dari koridor yang semestinya. Kita sadari dengan adanya kebebasan orang cenderung ingin memaksakan kehendak dan tak jarang berlaku anarkhis. Untuk itu harmonisasi pemerintahan dengan mengembangkan demokrasi yang memegang fatsoen (tata krama) dan etika politik harus membudaya dan dipelihara dengan baik sehingga demokrasi Pancasila sebagai kekhasan bangsa Indonesia benar-benar terwujud. Yaitu, sebuah tatanan demokrasi yang mengandung nilai-nilai religius, kekeluargaan, jiwa kegotong-royongan, nasionalisme yang tinggi, keadilan dan sebagainya. Kondisi ideal yang demikian kita rasa bukanlah sesuatu yang hanya ada pada khayalan, namun benar-benar akan membumi di negeri ini.
Partai politik yang memposisikan diri sebagai oposisi kita harapkan mampu memainkan perannya secara efektif, yaitu mengontrol pemerintahan dari pusat hingga lapisan pemerintahan yang paling bawah, hal ini akan membantu terciptanya ”good governance”, sebuah tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, adil dan berpihak kepada rakyat. Adanya fungsi kontrol yang efektif terhadap kebijakan yang diambil pemerintah, dimana pemerintahpun terbuka akan kritik dan saran yang konstruktif terhadap kebijakannya, dan bersedia melakukan koreksi maka yang muncul adalah kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, demi kepentingan rakyat dan kita sebagai warga negara yang baik harus mendukungnya dengan penuh tanggungjawab.
Apabila proses politik pada arena demokrasi ini berjalan sesuai jalurnya dan bangsa ini semakin dewasa hidup dalam era demokrasi, serta dilandasi dengan semangat nasionalisme yang tinggi, maka kudeta yang bisa disebabkan ketidakpuasan terhadap kinerja dan kredibilitas pemerintah, ataupun untuk sekadar memenuhi hasrat berpetualang politik semata dapat dihindari.


Pustaka:
Giebels, Lambert J.2005. Pembantaian yang ditutup-tutupi: Peristiwa fatal disekitar kejatuhan Bung Karno. Terjemahan Kapitan-Oen B.A.
Jakarta: Grasindo

Penulis adalah Pencinta Sejarah Indonesia

0 comments:

Beasiswa Pascasarjana

http://www.beasiswapascasarjana.com/2012/03/beasiswa-s2-guru-kepsek-dan-pengawas.html

Kemdikbud

Informasi tentang pendidikan, seputar Beasiswa dan perkembangan pendidikan di Indonesia

Detik.com

Apa Anda Termasuk orang yang cerdas?

Bila anda merasa sebagai bagian orang-orang yang cerdas, apa yang akan anda lakukan dengan kecerdasan anda tersebut?
Apakah akan anda gunakan kecerdasan anda tersebut untuk kebaikan umat manusia, atau hanya untuk anda sendiri atau malah untuk mencelakai manusia lainnya?
Silahkan kirimkan koment anda! Pro ataupun kontra, akan kami tampung sebagaimana kami menghargai kecerdasan sebagai sebuah misteri yang akan selalu ada di dunia ini.

Post Populer

About This Blog

Blog ini dibuat dengan kesengajaan, memang di rekayasa sedemikian rupa dengan tujuan membuat para pembaca tertarik, ikut memberikan sumbangan pemikiran demi kemajuan bersama.
Segala macam isi yang ada dalam tiap halaman blog ini diluar tanggungjawab admin.
Author menerima kritik dan masukan demi perbaikan blog ini.
Selamat berselancar

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP