AUFKLARUNG FOR ALL
Silahkan ketik berita yang anda inginkan di kolom ini.

Selamat Datang di Aufklarung For All "Pencerahan Untuk Semua".

Informasi yang ada dalam blog ini semata-mata sebagai bentuk penyampaian uneg-uneg dan aspirasi. Semoga bisa menambah pengetahuan kita dan memberikan inspirasi kepada siapa pun yang membaca blog ini. Tulisan tidak akan lekang oleh waktu, satu goresan pena akan mampu merubah dunia bila kita menyadarinya. Semoga bermanfaat!

Kamis, 05 Desember 2013

Gelombang Ketiga "Third Wave " Alfin Toffler



 

Buku The Future ShokThird Wave” karya Alfin Tofler secara garis besar memaparkan tentang gambaran perkembangan kehidupan manusia yang bermula dari kehidupan masa agraris (pertanian) kemudian berkembang kepada kehidupan Industri dan kemudian memasuki masa informasi.
Buku yang ditulis oleh sosiolog dan futurolog  Alvin Toffler pada tahun 1980 Ini adalah...
sekuel ke Masa Depan Shock, diterbitkan dalam 1970, dan yang kedua dalam trilogi yang dilengkapi dengan pergeseran Power: Pengetahuan, Kekayaan, dan Kekerasan di Abad ke-21 di 1990. Sejak tahun 1993, Toffler telah berkolaborasi dengan istrinya Heidi pada dua buku-buku lain, dan Perang Anti - Perang: Survival di Dawn of the Twenty -Pertama Century dan Menciptakan Peradaban Baru: Politik Ketiga Gelombang (1994 ) .
Toffler dalam bukunya Syok Future berpendapat bahwa perubahan teknologi sejak abad kedelapan belas telah terjadi sehingga cepat sehingga banyak orang yang mengalami stres berlebihan dan kebingungan karena ketidakmampuan mereka untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan strategis.
Dia menciptakan istilah " future shock" didasarkan pada konsep 'budaya shock' untuk menggambarkan kondisi ini . Semua bukunya lainnya terus mengidentifikasi muncul perubahan strategis dan mengeksplorasi sosial, ekonomi, dan implikasi politik perkembangan teknologi di masyarakat. Berikut ini adalah paparan tentang pemikiran Alfin Toffler yaitu:
A.    Gelombang Pertama
Gelombang Pertama dalam kehidupan manusia perekonomian dimulai dari alam agraria yang dimulai sekitar ribuan tahun yang lalu, di mana setiap orang membuat produk mereka sendiri untuk konsumsi mereka sendiri dan ada sedikit atau tidak ada perdagangan antara rumah tangga. Orang-orang beralih dari nomaden berkeliaran dan berburu untuk pengelompokan desa dan pengembangan sosial budaya. Gelombang pertama tersebut bertahan sampai 1650-1750, meskipun patch primitivisme dan peradaban pertanian masih mendominasi planet ini. Gelombang Kedua, dimulai pada abad ke-18, menggambarkan masyarakat industri, dimulai di abad ke-18, dimana mesin mennggantiakan otot untuk memulai Revolusi Industrii dan urbanisasi di sekitar pabrik. Massa produksi menyebabkan lahirnya bentuk baru ekonomi dan adopsi baru konsep manajerial seperti: standarisasi, spesialisasi, sentralisasi, sinkronisasi, skala ekonomi dan perusahaan. Yang pasti, para birokrasi dan struktur kekuasaan piramida gelombang kedua dibuat mungkin banyak hal indah . Barang konsumsi mengalir melalui pabrik dengan kecepatan belum pernah terjadi sebelumnya dan semua menemukan jalan mereka dari sentra produksi ke setiap sudut dan ceruk pasar. Pada puncak gelombang kedua semuanya 'massal' dari produksi massal massa kehancuran.
Meskipun karena revolusi di bidang teknologi informasi, 'gelombang ketiga' disebut sebagai informasi atau era pengetahuan, tapi lainnya sosio-politik pembalap seperti hak-hak individu, kebebasan, demokratisasi, dan internasionalisasi perdagangan dan pergerakan barang dan jasa tidak bisa diabaikan. Ketiga ekonomi Wave adalah bahagia melihat masa depan, yang berjalan dengan baik sekarang. Konsep-konsep kunci Wave Ketiga demassification dan de-sentralisasi dan  konsumerisme. Padahal, berdasarkan hari sebagian besar prediksi buku telah mengambil alasan kecuali dari harapan untuk industri ruang dan bawah yang belum keluar.
Buku ini berpendapat bahwa dunia tidak banting setir ke kegilaan, dan  pada kenyataannya di bawah gemerincing dan gemerincing peristiwa yang tampaknya tidak masuk akal ada meletakkan pola mengejutkan dan berpotensi harapan. Dan buku ini adalah tentang pola dan harapan. Buku ini membagi kisah evolusi peradaban manusia menjadi tiga fase utama yaitu: revolusi pertanian, revolusi industri dan era informasi.
Setiap fase peradaban dilambangkan sebagai gelombang dalam buku dan setiap tahap didefinisikan oleh sendiri ideologi yang dipengaruhi oleh perbedaan dalam teknologi, pola sosial, pola informasi dan pola kekuatan. Perubahan strategis dalam variabel membawa gelombang baru dalam masyarakat. Apa yang terjadi sekarang adalah apa-apa kurang dari sebuah revolusi global, lompatan kuantum dalam sejarah.
Namun, tidak ada waktu yang tetap untuk gelombang atau peradaban untuk bertahan hidup sebelum diganti dengan cara hidup terbayangkan bagi mereka yang datang sebelumnya. Revolusi pertanian mengambil ribuan tahun untuk bermain keluar, sementara munculnya revolusi industri mengambil hanya tiga ratus tahun. hari ini sejarah bahkan lebih akseleratif, dan kemungkinan bahwa Gelombang Ketiga akan menyapu sejarah dan menyelesaikan sendiri dalam beberapa dekade. Peradaban baru muncul karena tantangan yang lama, menggulingkan birokrasi, mengurangi peran negara-bangsa dan menimbulkan ekonomi semi-otonom di dunia pasca-imperialis, menyembuhkan pelanggaran antara produsen dan konsumen sehingga menimbulkan ekonomi musiman.

B.     Gelombang Kedua
Gelombang Kedua ini bercirikan masyarakat industri dan ini mempercepat ekonomi dengan menggunakan mesin dengan energi dari bahan bakar fosil seperti batubara, gas, dan minyak. Masyarakat Gelombang Kedua membangun struktur teknologi dan ekonomi berasumsi bahwa bahan bakar fosil dan melimpah. pergeseran sumber-sumber terbarukan energi : batu bara, gas, dan minyak membuat produksi massal. Produksi massal memerlukan modal yang besar sehingga mendorong investor untuk menanamkan modalnyadan konsep-konsep perseroan terbatas diperkenalkan dalamperusahaan telah dibuat. Berjalannya waktu sehingga timbullah Sekolah, rumah sakit, penjara, pemerintahan, birokrasi, dan organisasi lainnya yang mengambil banyak karakteristiknya dari pabrik seperti divisi kerja, hirarki, struktural dan sifat umum metalik (birokrasi).
Gelombang peradaban Pertama, informasi yang sederhana dan biasanya disampaikan secara lisan dan semua saluran komunikasi yang disediakan untuk orang kaya dan berkuasa saja. Kedua teknologi Gelombang dan produksi massal pabrik diperlukan gerakan cepat tengtang informasi (pemasaran). Hal ini memunculkan layanan pos sebagai pesan tertulis,  telepon, telegraf dan radio dua arah. Pada 1837 Pos Inggris Kantor membawa bukan hanya pesan untuk elit tetapi beberapa 88 juta potongan surat setiap tahun, ini membuktikan distribusi informasi dari satu sumber bagi jutaan orang. Oleh karena itu, media massa dan iklan massal muncul. Surat kabar sirkulasi massa dan majalah menjadi bagian standar dari hidup.
Rel kereta api, jalan raya, dan kanal membuka daerah-daerah pedalaman. Distribusi kustom memberi jalan untuk massa distribusi dan merchandising massa yang menjadi begitu akrab dan tengah komponen dari semua masyarakat industri sebagai mesin itu sendiri.
Keluarga inti menjadi fitur diidentifikasi semua masyarakat Gelombang Kedua, dibangun pada model pabrik, pendidikan massa diajarkan terang-terangan : dasar membaca, menulis, dan berhitung, sedikit sejarah dan mata pelajaran lain. Namun, kurikulum rahasia bertujuan untuk menghasilkan produktif dan pekerja taat yang termasuk tiga kursus :
·   Satu dari ketepatan waktu, untuk mengembangkan pekerja untuk berada di waktu terutama perakitan tangan.
·   Satu dalam ketaatan, untuk mengajarkan para pekerja menerima perintah dari manajemen hirarki tanpa pertanyaan.
·   Dan satu hafalan, pekerjaan berulang-ulang yang menuntut pria dan wanita harus siap untuk melakukan pekerjaan berulang-ulang di mesin atau di kantor.
Teknologi Gelombang Kedua diperlukan kolam raksasa modal berarti di luar satu individu. Pemilik atau mitra enggan untuk tenggelam investasi mereka dalam usaha besar atau berisiko. Untuk mendorong mereka untuk investasi, diperkenalkan konsep perseroan terbatas. Jika sebuah perusahaan runtuh, investor berdiri untuk kehilangan investasi dalam jumlah kecil dan tidak lebih. Inovasi ini membuka investasi pintu air. Selain itu, pengadilan memperlakukan korporasi sebagai "abadi sedang " yang berarti dapat hidup lebih lama investor aslinya . Ini berarti, pada gilirannya, bahwa hal itu bisa membuat rencana yang sangat jangka panjang dan melakukan jauh lebih besar proyek dari sebelumnya .
Gelombang Kedua dibawa dengan sebuah redefinisi Tuhan, keadilan, cinta, kekuatan, keindahan. Ini menimbulkan ide-ide baru, sikap, dan analogi. Ini ditumbangkan dan digantikan asumsi kuno tentang waktu, ruang, materi, dan kausalitas. Sebuah pandangan dunia yang koheren muncul bahwa tidak hanya menjelaskan tetapi dibenarkan Gelombang Kedua sebagai kenyataan. Pandangan dunia ini didasarkan pada tiga keyakinan mendalam terkait :
• Alam adalah obyek menunggu untuk dieksploitasi. (Budaya Sebelumnya
diterima kemiskinan sebagai bagian dari harmoni manusia dengan
sekitarnya ekologi)
.
• Manusia tidak hanya bertanggung jawab atas alam, mereka adalah
puncak dari proses panjang evolusi, seleksi alam "Darwinisme Sosial." (Rasionalisasi bagi imperialisme).
Fitur menonjol dari Masyarakat Gelombang Kedua : Komponen utama
masyarakat Gelombang Kedua adalah keluarga , pabrik -jenis pendidikan nuklirsistem dan korporasi . Toffler menulis: "Masyarakat Gelombang Kedua adalah industri dan berdasarkan produksi massal, distribusi massa, massa
konsumsi, pendidikan massa, media massa, massa rekreasi, massa hiburan, dan senjata pemusnah massal. Anda menggabungkan mereka hal dengan standarisasi, sentralisasi , konsentrasi, sinkronisasi dan birokrasi”.
Berkembangnya industrialisasi menimbulkan pandangan pola masyarakat yang baru, prinsip-prinsip ini mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Timbullah beberapa aspek yang terjadi pada gelombang ke dua ini antara lain:
1. Standarisasi : Biasanya berhubungan dengan produksi massal, beberapaorang melihat bahwa kita telah menerapkan prinsip ini untuk hampir setiap aspek kehidupan : tes standar, pendidikan massa, skala gaji, jam makan siang, liburan, media massa, bobot dan ukuran, mata uang, harga (sebagai lawan negosiasi), bahasa, kegiatan rekreasi, dan lifestyle.
2. Spesialisasi : The pekerja gaya lama, melakukan semua yang diperlukan operasi sendiri digantikan dengan spesialis di tempat kerja. Spesialisasi membawa munculnya profesi. Setiap kali cerita pin itu diulang lagi dan lagi pada skala yang lebih besar pada pabrik-pabrik di satu tangan dan kritikus dianggap bahwa tenaga kerja berulang sangat khusus sebagai profesi pekerja di sisi lain.
3 . Sinkronisasi : Gelombang Kedua orang berurusan dengan waktu berbeda. diwaktu bergantung pada sistem pasar dengan uang.mesin mahal tidak dapat diizinkan untuk duduk diam, tingginya biaya mesin dan tutup saling ketergantungan tenaga kerja yang diperlukan sinkronisasi unsur dalam industri.
4 . Konsentrasi Energi, Uang, dan Power: Masyarakat menjadihampir sepenuhnya tergantung pada deposito sangat terkonsentrasi bahan bakar fosil.Gelombang juga terkonsentrasi penduduk, pengupasan pedesaan orang dan relokasi mereka dalam raksasa pusat perkotaan. Pendidikan anak-anak terkonsentrasi di sekolah-sekolah sedangkan, di Masyarakat Gelombang Pertama, anak-anak dididik di rumah, dan kemudian oleh tutor hidup dengan keluarga, atau dengan pendeta setempat. "Awal abad kesembilan belas, telah disebut saat incarcerations besar- ketika penjahat dikumpulkan dan terkonsentrasi di penjara, yang sakit mental dikumpulkan dan terkonsentrasi sakit jiwa, dan anak ditangkap dan terkonsentrasi di sekolah-sekolah, persis seperti pekerja terkonsentrasi di pabrik-pabrik ".
5 Maksimalisasi : Gelombang Kedua menciptakan Para pekerja dan manajer yang membangun pertumbuhan suatu negaranya.
6 Sentralisasi : Sentralisasi dipraktekkan dalam Bisnis dan politik sama. Dalam bisnis manajer kereta api awal teknologi standar, tarif , jadwal dan operasi disinkronkan melalui ratusan mil. pekerjaan khusus yang baru dan departemen diciptakan dan modal terkonsentrasi , energi, dan manusia sendiri. Tekanan terhadap sentralisasi politik bahkan lebih kuat dan industrialisasi mendorong sistem politik arah terpusat, meningkatkan kekuatan pemerintah yang lebih besar dan tanggung jawab dan memonopoli semakin banyak membuat keputusan atau peraturan .
7. Imperialisme:: Seperti peradaban lain, peradaban Gelombang Kedua mengeksploitasi sumber daya murah dari negara-negara Gelombang Pertama. Industri Dunia, Gelombang peradaban Pertama tidak peduli dianggap sebagai terbelakang dan tertinggal sehingga kolonisasi mereka dibenarkan . Itu pawai cepat dan besar-besaran di seluruh imperialisme koloni yang mengeksploitasi sumber daya mentah dan pasar konsumen dan kekayaan dibawa untuk Eropa pada skala yang belum pernah terlihat sebelumnya. Pada akhir Perang Dunia Kedua , sebaliknya , Amerika Serikat berdiri sebagai kreditur bangsa kepala di dunia, mengisi kekosongan kekuasaan dan melangkah untuk mendapatkan kontrol ekonomi dari kebanyakan dunia dengan penciptaan tiga institutions :
• Dana Moneter Internasional (IMF) memaksa anggotanya
negara untuk mematok mata uang mereka terhadap dolar Amerika atau emas
( sebagian besar yang diadakan oleh AS ).
• Bank Dunia - menyediakan dana untuk membangun kembali setelah perang , dan juga untuk membangun infrastruktur lebih lanjut di negara-negara dunia ketiga untuk gerakan lebih efisien bahan baku dan pertanian ekspor ke negara-negara Gelombang Kedua.
• Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan ( GATT ) diliberalisasi perdagangan, sehingga sulit bagi yang miskin, kurang teknologi negara-negara maju , untuk melindungi industri bibit kecil mereka.
8 . Perubahan perilaku : Ini mendasari keyakinan, mengajarkan kepada anak-anak dari industrialisasi , menyebabkan pola perilaku berikut :
• Waktu - obsesi, selalu melirik jam tangan mereka. Ketepatan waktu ini diperlukan untuk sinkronisasi diperlukan dalam industri systems.
• Sebuah budaya spasial diperpanjang. Pertanian telah diminta pemukiman permanen. Industrialisme menyebabkan populasi besar untuk bermigrasi dalam mencari pekerjaan.
• Penekanan pada pengukuran yang tepat. Sama seperti waktu harus
justru digunakan untuk mengkoordinasikan kegiatan, sehingga pengukuran ruang dan sumber daya harus diukur dengan standar umum.
• Sebuah " atomistik " pandangan realitas. Ada serangan yang disengaja pada gagasan kesatuan. Untuk memfasilitasi industrialisasi, orang harus lepas dari keluarga besar mereka dan gereja.

C.     Gelombang Ketiga
Sejak akhir 1950-an sebagian besar negara bergerak dari masyarakat gelombang kedua ke arah yang disebut  Toffler Masyarakat Gelombang Ketiga. Menurut Toffler munculnya gelombang ketiga dilatarbelakangi oleh kuatnya dorongan teknologi informasi,  tuntutan sosial seluruh dunia untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar dan individuasi.
Gelombang ketiga memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik tersebut antara lain :
·         Teknologi Baru : Teknologi baru dari Gelombang Ketiga akan menimbulkan industri industri baru yang dinamis. Produktivitas suatu Industri akan di dominasi melalui komputer, penerbangan canggih, petrokimia canggih, komunikasi canggih , sistem teknik, kecerdasan buatan , polimer kimia dan diversifikasi dan terbarukan , sumber energi serta ilmu ruang angkasa.
·         Industri ruang: Gelombang Ketiga akan melahirkan industri luar angkasa . "orang-orang akan sering bolak-balik antara bumi dan luar angkasa setiap minggunya. " .
·         Mendekat dengan laut: Gelombang bersejarah pertama perubahan sosial bumi datang ketika nenek moyang kita tidak lagi mengandalkan mencari makan dan berburu, dan mulai bukan untuk menjinakkan hewan dan memupuk tanah. Kita sekarang tepat pada tahap ini dalam hubungan kita dengan lautan. Laut dapat memberikan harta bagi kemanusiaan . Sebagai contoh  protein bisa dikembangkan di laut untuk mengakhiri kelaparan dunia, menyediakan penyimpanan minyak.
·         Industri Genetik : Perkembangan genetika memiliki perkembangan yang sangat cepat . Kita dapat secara drastis meningkatkan produksi pangan, kayu, wol, dan barang-barang alam lainnya. Membuat cadangan untuk diri sendiri di masa mendatang serta berkembangnya cloning.
·         Demasifikasi  Media : Media dalam era ini benar-benar menguasai hingga tingkat lokal bahkan khusus. Masyarakat akan kebanjiran informasi dari berbagai sudut pandang. Bahkan hingga terbentuk segmen-segmen penikmat informasi melalui media. Ini artinya saking banyaknya informasi masyarakat bisa memilih berita yang penting baginya. Informasi media secara digital akan menggantikan peran media cetak.
·         Sebuah Memori Sosial Baru: Gelombang Kedua menghancurkan penghalang memori dengan menyebarkan keaksaraan massa. Sekarang catatan sistematis dapat disimpan. Perpustakaan dan museum dibangun. Dengan meningkatkan toko pengetahuan kumulatif, itu mempercepat semua proses inovasi dan perubahan sosial . Selain itu, adanya teknolgi  PC di tangan hampir setiap orang dapat merekam kegiatan peradaban secara detail dan halusdan kita memiliki akses acak untuk itu.
·         Serangan terhadap negara-bangsa dari luar dan dalam akan kemungkinan menyebabkan munculnya negara jaringan. Seperti perusahaan multinasional, agama dengan jangkauan global, dan bahkan organisasi teroris atau kartel .
·         Munculnya berbagai teknologi tinggi, seperti kloning , jaringan komunikasi global , nano - teknologi, dll
·         Sebuah transformasi demokrasi , dari pemungutan suara di pemilu , arah interaksi yang lebih langsung antara pemerintah dan penduduknya . Kecenderungan menuju voting on-line di Amerika Serikat , setelah krisis pemilihan tahun 2000 , dapat dilihat sebagai langkah pertama dalam arah ini.
·         Kunci untuk peradaban Gelombang Ketiga adalah fleksibilitas . orang bekerja ketika mereka inginkan, di mana mereka inginkan, dan untuk siapa mereka inginkan. 
·         Ekonomi pada era Gelombang ketiga berbeda berbentuk ekonomi jaringan : sebagai ukuran jaringan tumbuh , harga perangkat jatuh ke mendekati nol , tetapi nilai perangkat memanjat astronomis karena koneksi itu.
·         Mengubah Wajah Korporasi dan Perilaku Organisasi : Ada kenaikan yang drastis dalam laju bisnis . Hal ini menyebabkan disorientasi , frustrasi , dan peningkatan kesalahan pada bagian dari manajer . Perusahaan bisnis besar dari era industri ( 226 ) Sama seperti keluarga , media massa , dan sekolah, perusahaan menghadapi perubahan drastis . orang-orang menuntut definisi baru tentang apa itu perusahaan dan apa yang harus mereka lakukan . Mereka ingin melihat lebih banyak tanggung jawab dan akuntabilitas yang lebih baik.
·         Ketepatan waktu dan sinkronisasi di tempat kerja. Peningkatan kerja malam dan orang-orang akan menjadi lebih bersedia " puas dengan gaji yang lebih kecil dengan imbalan waktu untuk mengejar hobi mereka sendiri, olahraga, atau agama, artistik, atau kepentingan politik.

D.    Posisi Indonesia Dalam Third  Wave
Dunia menurut Alfin Tofler berkembang secara cepat, yang awalnya hanya masyarakat yang sangat  sederhana (agraris), kini  telah berubah  menjadi super  canggih dan sangat  maju (masyarakat informasi). Kemampuan manusia untuk menjawab tantangan alam dan kemampuannya  menggunakan  seluruh kemampuan otaknya menjadikan  manusia benar-benar  menjadi penguasa dunia . Negara-negara yang menguasai teknologi dan informasi benar-benar menjadi penguasa dari sekian ratus juta umat  manusia karena kepandaiannya.
Berbicara tentang Indonesia dalam kedudukannya sesuai dengan pemikiran Alfin Tofler ini berada pada posisi pada  ketiga gelombang tersebut.  Indonesia masih masuk pada masa agraris, masuk juga kedalam gelombang industry dan juga menjadi bagian penting dari  gelombang informasi.
Kondisi geografis  dan  Luas wilayah Indonesia menyebabkan terjadinya perbedaan yang sangat  mencolok antara  masyarakat satu daerah dengan masyarakat lainnya.  Kelompok masyarakat serta suku – suku di pedalaman Indonesia masih ada yang mencirikan masyarakat agraris. Baik yang primitive ataupun yang beradab. Sebagai contoh masyarakat di papua  yang  masih  tertinggal  dan mencirikan  bahwa mereka itu adalah masyarakat agraris. Gaya hidup berburu dan meramu serta berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain masih bisa bisa di temukan di Papua. Di pulau Jawa kita kenal masyarakat suku samin atau pun badui dalam. Kedua suku ini bisa dianggap sebagai masyarakat gelombang pertama yang beradab. Hal ini dikarenakan kehidupan masyarakatnya sudah menetap, mengolah tanah dan bercocok tanam namun jauh dari dunia luar dan teknologi.  
Ciri masyarakat gelombang kedua pun masih banyak ditemukan di Indonesia, terutama di kota-kota pinggiran. Sebagai contoh kehidupan masyarakat di beberapa pusat Industri di Indonesia. Penerapan jam kerja,, standarisasi upah kerja masih berlaku di kota-kota Industri di Indonesia. Selain itu, perilaku imperialisme berupa penguasaan industry oleh Negara adidaya masih berlaku di Indonesia. Sebagi contoh Freeport di Papua, Newmont di Nusa tenggara dsb.
Di sisi lain, kehidupan masyarakat Indonesia terutama di pusat kota telah mencapai era informasi (gelombang ketiga). Kunci utama dari era informasi adalah fleksibilitas. Masyarakat Indonesia dapat mengakses informasi di berbagai tempat karena disediakannya jaringan internet di berbagai tempat seperti alun-laun, kantor, sekolah serta area publik lain. Jenis pekerjaan masyarakat Indonesia yang berdasarkan hoby muali bermunculan seperti desainer, fotografer, seniman, dsb. Akses rakyat kepada pemerintahnya juga semakin mudah dikarenakan adanaya UU KIP serta pemilu langsung.

E.     Tantangan Pendidikan Indonesia di Era Global
Tantangan pendidikan di Indonesia berdasarkan posisi Indonesia dalam tiga gelombang adalah bagaimana masyarakat Indonesia mampu beradaptasi dengan kemajuan informasi melalui pendidikan, hal ini didasarkan pada ketidak mampuan untuk menangkap perkembangan iptek menurut Alvin Tofler (1989) menggunakan istilah ’kejutan masa depan’ (future shock) untuk menggambarkan situasi sekarang yang membuat kita terlempar pada suatu kondisi di mana kita mengalami ’’tekanan yang mengguncangkan dan hilangnya orientasi individu disebabkan kita dihadapkan dengan terlalu banyak perubahan dalam waktu yang terlalu singkat’’. Itulah situasi yang persis kita alami di Indonesia. Perubahan berskala besar dan cepat ternyata kita respons secara lambat.
Dalam bidang pendidikan kita tertinggal jauh; jangankan dengan negara-negara besar; kita masih berada di bawah Malaysia, Vietnam, India yang beberapa tahun yang lalu kalah kualitasnya dengan pendidikan kita. Tetapi sampai kapan pun pendidikan sebagai suatu upaya menghadapkan manusia (peserta didik) pada realitas yang terus saja berubah saat ini sangat diharapkan perannya untuk mampu mengikuti arus zaman, bukan berarti untuk mengikis kemanusiaan melainkan justru untuk menemukan kondisi air kehidupan yang memungkinkan jiwa-raga bangsa berenang dengan indah. Globalisasi adalah arus utama yang membawa dampak mahahebat terhadap ruang waktu yang mengalami percepatan atau terjadinya dalam bahasa Anthony Giddens (2002) time/taim-space/speis-distanziation/dis’teistsisen. Tentu saja interaksi manusia dengan teknologi, manusia dengan manusia lain, semakin intensif: makna baru didapat dari objektivikasi baik rasional maupun irasional karena perkembangan basis material, Iptek yang terus berubah
Tugas pendidikan adalah membawa generasi ini mampu merengkuh mekanisme yang lebih dekat agar dalam menghadapi kontradiksi alam selalu mengalami perubahan. Globalisasi sebagai proses terkait dengan globalution, yakni paduan dari kata globalization dan evolution. Dalam hal ini, globalisasi adalah hasil perubahan (evolusi) dari hubungan masyarakat yang membawa kesadaran baru tentang hubungan atau interaksi antarumat manusia. Evolusi pemikiran ke arah kematangan dan kemajuan yang mendorong produktivitas dan kreativitas ditimpakan pada pendidikan.
Realitas global yang berkembang sekarang ini adalah pendidikan itu sendiri. Karena globalisasi telah membawa doktrin yang membentuk masyarakat, peserta didik dan juga pengajar tidak luput dari doktrin global. Singkatnya, sistem dan budaya pendidikan yang berkembang juga telah terhegemoni oleh perkembangan globalisasi. Globalisasi sebagai istilah tersendiri juga paling banyak diterima dan diucapkan di dunia pendidikan. Meskipun istilah globalisasi telah begitu terkenal, dalam banyak hal awalnya hampir tidak ada perdebatan ilmiah dan kritis terhadapnya, kecuali doktrin.
Meskipun demikian, bahwa globalisasi bisa dikatakan ‘’mitos’’, realitas hubungan global tampaknya memiliki gerak historis yang bisa dijelaskan. Pada kenyataannya, globalisasi sudah menjadi pembicaraan dalam berbagai literatur akademik dan segera diadopsi di sekolah-sekolah dan universitas kita.
Kaitannya dengan posisi Dunia Ketiga, seperti Indonesia, juga diyakini bahwa negara-negara mana pun tidak akan ‘’selamat’’ bila menolak globalisasi kapitalis. Sebagaimana dikatakan Felix Wilfred (1996:13-14) bahwa: ‘’Tidak akan mengalami keselamatan (kemakmuran, kemajuan) bila berada di luar globalisasi, di luar kapitalisme, dan ekonomi pasar. Dogma ekonomi yang baru diproklamasikan ini mendapat gemanya di antara kelompok kelas atas dan kelas memengah masyarakat negara-negara Dunia Ketiga … Jika kita tidak mau bergabung dengan proses globalisasi ini, kita akan tertinggal (atau ditinggal) dalam suatu lomba kebodohan.’’
Pada kenyataannya, globalisasi memang lebih diterima sebagai dogma dan ideologi daripada suatu realitas yang dijelaskan secara objektif. Sehingga globalisasi seakan-akan hanyalah ideologi atau dalam bahasa Marx ‘’kesadaran semu’’ yang menutupi hakikat sebenarnya. Penampilan ideologi globalisasi sangat ‘’cantik dan menarik’, tetapi ternyata menyembunyikan kejahatan yang hanya dapat dikenal oleh mereka yang menjadi korbannya.’’ Memang, pada realitasnya, globalisasi ‘’mencabut orang dan menjanjikan kemakmuran … orang tersebut sebenarnya dihisap habis-habisan, kemudian dibiarkan mati kekeringan.’’ Karena ‘’ekonomi kapitalis liberal yang merupakan pusat dari proses globalisasi.’’
William Robinson (1996) menunjukkan bahwa globalisasi terdiri dari dua proses. Pertama, kulminasi dari proses yang dimulai beberapa abad yang lalu, ternyata di dalamnya terdapat hubungan produksi kapitalis meruntuhkan dan menggantikan seluruh hubungan prakapitalis hampir di seluruh dunia. Kedua, transisi lebih dari beberapa dekade hubungan bangsa-bangsa melalui pertukaran komoditas dan aliran modal dalam pasar dunia yang terintegrasi, ternyata di dalamnya terdapat model produksi yang berbeda berkoeksistensi dalam formasi-formasi sosial ekonomi nasional dan regional yang luas bisa lepas dari keterikatan eksternalnya, yaitu globalisasi proses produksi itu sendiri.
Dominasi globalisasi sebenarnya merupakan model imperailisme baru, bukan hanya menebarkan ideologi yang menumpulkan daya kritis masyarakat dan anggota komunitas atau lembaga pendidikan seperti sekolah dan universitas. Penggunaan istilah imperialisme ini untuk memahami dan menjelaskan globalisasi berdasarkan akta globalisasi dalam potensi empirisnya dibandingkan potensi normatifnya. Argumen ini juga didukung oleh fakta bahwa globalisasi yang terjadi dewasa ini dipandang sebagai proyek kelas, bukan sebagai suatu yang niscaya. Dalam hal ini, globalisasi dipandang tidak sebagai istilah khusus yang bermanaat untuk mendeskripsikan dinamika proyek ini, tetapi lebih sebagai ’’alat ideologis yang lebih digunakan untuk deskripsi daripada preskripsi yang akurat’’. Sehingga globalisasi dapat diganti dengan sebuah istilah yang menggunakan nilai deskripsi dan kekuatan penjelas yang lebih adekuat, yakni ’’imperialisme.’’
Menghadapi globalisasi dengan imbasnya dalam membentuk struktur ide masyarakat, pendidikan harus mampu menjawab persoalan-persoalan tersebut, terutama menekankan pada metode belajar yan mendekatkan peserta didik pada ’’dunia secara utuh’’, keterkaitan antara satu kondisi dengan kondisi lain yang saling mempengaruhi antara satu bangsa dengan bangsa lain, antara satu komunitas dengan komunitas lain; globalnya kehidupan harus disambut dengan globalnya pemikiran, luasnya jangkauan wawasan dan pengetahuan, serta penguasaan teknologi untuk menyambut masa depan kemajuan di bidang teknis yang pada kenyataannya berkembang sangat cepat.
Menurut Merryfield (1997:232) dalam buku Preparing/pri:pering Teacher/ti:tej to Teach Global/gloubel Perspectives mengatakan: ’’ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh guru dalam mengembangkan pendidikan perspektif global: kemampuan konseptual, pengalaman lintas budaya dan keterampilan pedagogis.’’ Pertama, kemampuan konseptual berkenaan dengan peningkatan pengetahuan guru dalam konteks isu-isu global. Guru harus memiliki wawasan tentang isu, dinamika, sejarah, dan nilai-nilai global agar mereka memiliki keterampilan mengapresiasikan persamaan dan perbedaan budaya dalam masyarakat dunia. Penguasaan konseptual dalam tema perspektif global diyakini dapat menjadi pemicu (trigger/trige) yang cukup potensial bagi guru dalam membangun suasana belajar yang dinamis agar siswa mampu merespons isu-isu lokal dalam kaitannya dengan masalah global. Guru harus dapat mengaitkan isu-isu apa pun, baik lokal maupun nasional, dalam hubungannya dengan kejadian global. Dalam pelajaran ekonomi, misalnya, kondisi ekonomi daerah dan nasional dianalisis dari perspektif global, hubungan ekonomi antarnegara, dan juga percaturan modal yang mengalir antara satu negara dengan negara lain. Masalah politik juga dapat dikaitkan dalam hubungannya dengan kepentingan global dalam pelajaran kewarganegaraan. Sementara masalah multikulturalitas dan multinasionalitas bisa menjadi topik yang menarik dalam pelajaran bahasa Inggris.
Kedua, pengalaman lintas budaya (interculturalism). Syarat ini masih belum banyak dimiliki oleh para guru kita, terutama disebabkan oleh profesi guru yang berlatar belakang studinya hanya di daerah atau nasional. Mayoritas guru kita adalah lulusan di bawah S1 dan rata-rata sekolahnya tidak berada jauh dari tempat asalnya. Berbeda dengan lulusan S1 atau perguruan tinggi yang biasanya dihuni oleh mahasiswa dari berbagai macam etnik, ras, agama, dan adat-istiadat. Mereka telah belajar berinteraksi secara inter-kultural dan demikian lebih dapat mengerti perbedaan latar belakang masing-masing orang. Di samping itu, juga sangat sedikit guru yang pernah belajar ke luar negeri yang secara langsung pernah hidup dalam keadaan budaya yang berbeda dengan dirinya. Kesadaran multi-budaya akan mudah terbentuk apabila orang secara langsung mengalaminya dalam kehidupan sesungguhnya.
Ketidaktahuan hanya akan menimbulkan adaptasi terhadap hasil interaksi dengan orang dari etnis atau etinitas budaya lain yang ditemuinya. Dalam proses globalisasi terjadi transnasionalisasi sehingga apa yang bersifat lokal dapat menembus batas-batas teritorial dan mengalami pemaknaan yang berbeda bagi umat manusia. Jadi, tidak berarti bahwa trans-nasionalisasi atau globalisasi ini tidak terkait dengan ’’tempat’’. Trans-nasionalisasi atau globalisasi memungkinkan manusia untuk membuat tindakan simultan dalam pelbagai tempat yang berbeda sekaligus. ’’Global’’ di sini berarti ’’trans-lokal.’’ Globalisasi bukanlah suatu yang mengembangkan apa saja dengan dalih keuniversalan, tetapi bukan berarti tidak terikat pada tempat. Tempat atau kebertempatan bukan hilang, diberi makna yang baru. Inilah yang kemudian muncul istilah dari Roland Robertson (1996) yakni glokalisasi. Apa yang lokal bukannya tidak penting, tapi justru dapat arti yang baru dalam hubungan masyarakatnya.
Ketiga, keterampilan pedagogis dalam perspektif global menurut Roland Robertson (1996) adalah ’’the practice of teaching and learning globaliy oriented content in ways that support diversity and social justice in interconnected world. Keterampilan pedagogis tentunya menyangkut metode mengajar yang tepat oleh guru agar peserta didik dapat memahami suatu masalah dalam konteks yang luas dan komprehensif (global). Selain menguasai materi dan konsepsi permasalahan, guru harus memiliki kemampuan agar apa yang disampaikan mudah diterima, serta muncul motivasi bagi peserta didik untuk mempelajari dan mendalami tema-tema yang ada di luar kelas.
Semuanya akan tergantung pada kebijakan pendidikan baik yang menyangkut metode maupun materi yang disampaikan pada peserta didik. Pemaknaan secara global terhadap masalah-masalah lokal ini merupakan kata kunci dalam tujuan tersebut. Untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan hubungan sesama (baik dalam ilmu alam, eksak, maupun ilmu sosial dan humaniora), para pendidik sebaiknya membawanya pada pemaknaan secara global, terutama kalau dalam memberikan penjelasan dan berdialog dengan peserta didik sedang mengangkat tema-tema demokrasi dan HAM. Penekanan ini akan melahirkan penjiwaan baru yang membawa generasi kita untuk berpikir secara global, dengan demikian dapat memaknai hubungan antarsesama manusia secara holistik dan tidak parsial.
Metode lainnya adalah melalui buku-buku pelajaran dan bacaan-bacaan yang tidak saja memacu semangat ilmu penetahuan dan teknologi modern, global, dan menunjukkan tingkat penemuan baru, tetapi juga harus memuat materi-materi dan contoh-contoh yang meluaskan imajinasi global peserta didik. Misalnya, kasus-kasus atau peristiwa tentang (masyarakat, kebiasaan, teknologi, bahkan permaalahan) negara lain sering dijadikan contoh, tetapi hal ini juga mesti dibandingkan dengan kondisi masyarakat kita sendiri. Dengan menceritakan negara atau benua lain, secara simultan otak peserta didik dibawa untuk membayangkan tempat itu, lalu dibawa kembali ke negara sendiri, untuk dibandingkan. Hal ini akan memacu semangat untuk maju dan berpikir, karena pada saat otak manusia didorong untuk berpikir akan suatu tempat yang jauh dari tempat ia berada otaknya sedang memperluas perspektif.
Perkembangan iptek itu mampu membawa suatu masyarakat untuk mengarungi dunia global yang tanpa sekat. Tantangan utamanya adalah pemanfaatan teknolgi dan informasi dengan perkembangan iptek masyarakat kita dihadapkan kepada kebebasan berekspresi sehingga ketika tidak bisa mengontrol bisa berakibat buruknya kehidupan manusia.
Dalam dunia pendidikan perkembangan teknologi informasi dapat mengarah kedua arah postif dan negative. Positifnya adalah ketika pemanfaatan iptek dengan baik dan benar akan menghasilkan manusia yang maju dan melek informasi serta mampu bersaing di dunia global. Sementara dampak negatifnya adalah jika masyarakat tidak bisa mengontrol diri dalam pemanfaatn teknologi informasi akan menyebabkan masyarakat rugi besar, misalnya merebaknya video porno, video kekerasan mengakibatkan para pelaku merugi dan akibat bagi masyarakat yang manyaksikannya akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dikemudian hari. Pemanfaatan perkembangan teknologi dan informasi sedini mungkin dapat digunakan sebagai pendorong dalam perkembangan pendidikan.




DAFTAT PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Tofler, Alfin. 1980. The Future Shok “Third Wave”. New York : Bantam Book.
Rachman, Maman. 2003. Filsafat Ilmu. Semarang. Semarang: UPT MKU Unnes.

0 comments:

Beasiswa Pascasarjana

http://www.beasiswapascasarjana.com/2012/03/beasiswa-s2-guru-kepsek-dan-pengawas.html

Kemdikbud

Informasi tentang pendidikan, seputar Beasiswa dan perkembangan pendidikan di Indonesia

Detik.com

Apa Anda Termasuk orang yang cerdas?

Bila anda merasa sebagai bagian orang-orang yang cerdas, apa yang akan anda lakukan dengan kecerdasan anda tersebut?
Apakah akan anda gunakan kecerdasan anda tersebut untuk kebaikan umat manusia, atau hanya untuk anda sendiri atau malah untuk mencelakai manusia lainnya?
Silahkan kirimkan koment anda! Pro ataupun kontra, akan kami tampung sebagaimana kami menghargai kecerdasan sebagai sebuah misteri yang akan selalu ada di dunia ini.

Post Populer

About This Blog

Blog ini dibuat dengan kesengajaan, memang di rekayasa sedemikian rupa dengan tujuan membuat para pembaca tertarik, ikut memberikan sumbangan pemikiran demi kemajuan bersama.
Segala macam isi yang ada dalam tiap halaman blog ini diluar tanggungjawab admin.
Author menerima kritik dan masukan demi perbaikan blog ini.
Selamat berselancar

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP