AUFKLARUNG FOR ALL
Silahkan ketik berita yang anda inginkan di kolom ini.

Selamat Datang di Aufklarung For All "Pencerahan Untuk Semua".

Informasi yang ada dalam blog ini semata-mata sebagai bentuk penyampaian uneg-uneg dan aspirasi. Semoga bisa menambah pengetahuan kita dan memberikan inspirasi kepada siapa pun yang membaca blog ini. Tulisan tidak akan lekang oleh waktu, satu goresan pena akan mampu merubah dunia bila kita menyadarinya. Semoga bermanfaat!

Kamis, 05 Desember 2013

Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah


Tulisan ini adalah hasil resume buku sejarah yang di tulis oleh Sartono Kartodirdjo, pembahasan yang lugas dan mencerahkan tentang ilmu sejarah itu apa, bagaimana digunakan dan kategori apa saja yang masuk didalamnya. 

Judul Buku      : Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah
Penulis             : Sartono Kartodirdjo
Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit    : 1992
Tebal Buku      : 281 Halaman

Secara garis besar, buku ini terbagi dalam empat bab yaitu...
Bab Pertama membahas tentang Konsep dan Perspektif  Sejarah, bab Dua membahas tentang Rekonstruksi Sejarah, Bab Ketiga membahas tentang Sejarah dan Ilmu Sosial dan bab keempat membahas tentang Kategori Sejarah, selanjutnya pada bagian lampiran Sartono Kartodirdjo melampirkan tujuh (7) tulisan-tulisan singkatnya. Dimulai dari apakah wawasan sejarah itu sampai bagaimana sejarah nasional dan sejarah pembangunan.
Buku karya Sartono Kartodirdjo ini memfokuskan bagaimana penggunaan ilmu-ilmu social dalam mengungkapkan fakta-fakta peristiwa sejarah pada masa lampau. Di mulai dari bagaimana konsep tentang sejarah dibangun, bagaimana perpektif sejarah itu berdiri, bagaimana membangun atau merekonstruksi kembali peristiwa pada masa lalu menjadi suatu cerita yang memiliki arti, bagaimana hubungan antara sejarah dengan ilmu-ilmu social dan bagaimana sejarah di tulis berdasarkan kategori tertentu.
Berikut ini adalah hasil resume dari buku Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah:

BAB I. KONSEP DAN PERSFEKTIF SEJARAH
Dimulai dari sebuah rasa ingin tahu tentang suatu peristiwa secara genesis, sejarah mulai masuk di dalamnya. Melalui cerita naratif yang memuaskan kemudian menjadi sesuatu yang menarik, kemudian sejarah dikenal sebagai ilmu dan sejarah sebagai seni.
Teori dan metodologi sebagai bagian pokok ilmu sejarah mulai diketengahkan apabila penulisan sejarah tidak semata-mata bertujuan menceritakan kejadian tetapi bermaksud menerangkan kejadian itu dengan mengkaji sebab-sebabnya, kondisi lingkungannya, konteks sosio-kulturalnya, pendeknya, hendak diadakan analisis secara mendalam tentang faktor-faktor kausal, kondisional, kontekstual serta unsur-unsur yang merupakan komponen dan eksponen dari proses sejarah yang dikaji.
Tujuan penggambaran gejala sejarah adalah untuk memberikan makna, sedangkan penjelasan tentang sebab akibat (kausalitas eksplanation), dalam sejarah naratif dilakukan secara eksplisit dalam deskripsinya.
Langkah yang sangat penting dalam membuat analisis sejarah ialah menyediakan suat kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang mencakup pelbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis tersebut. Metodologi dalam studi sejarah menuntut penyesuaian yang akan terwujud sebagai perbaikan kerangka konseptual dan teoretis sebagai alat analitis. Hal ini dapat dilakukan dengan meminjam pelbagai alat analitis dari ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, politikologi, dan lain-lain.
Sebagai permasalahan inti  dari metodologi sejarah dapat disebut masalah pendekatan. Penggambaran kita mengenai suatu peristiwa tergantung kepada pendekatan yang kita pakai, dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang kita perhatikan, unsure mana yang diperhatikan dan lain sebagainya.
Selanjutnya, dijabarkan bagaimana Kesadaran Tentang Sejarah suatu bangsa, kesadaran yang timbul setelah kemerdekaan. Kesadaran sejarah itu dapat dicapai melalui tiga cakrawala yaitu 1) cakrawala religio-magis dan kosmogonis, 2) cakrawala nasiosentris yang menggantikan cakrawala etnosentris, dan 3) cakrawala colonial-elitis yang diganti dengan sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Perkembangan dalam penulisan historiografi Indonesia dewasa ini mengalami proses yang sangat cepat yang dengan demikian memerlukan pandangan-pandangan baru para sejarawan. Selain metode naratif juga muncullah pelbagai kecenderungan metode developmentalisme yang terlihat dari pola-pola kelangsungan, perkembangan dan perubahan-perubahan.
Dijelaskan bahwa apabila sejarah ingin tetap berfungsi sebagai disiplin pengungkapan atau penemuan manusia, maka ilmu sejarah perlu mengikuti perkembangan ilmu-ilmu social yang telah berhasil menambah perbendaharaan tentang manusia. Pendekatan Sinkronis dan diakronis perlu dipadukan untuk mendukung berdirinya ilmu sejarah itu sendiri.
 Selanjutnya, Kartono kartodirdjo mencoba menguraikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan sejarah. Ilmu sejarah bersifat empiris, oleh karena itu sangat penting untuk berpangkal pada fakta-fakta yang tersaring dari sumber sejarah, sedangkan teori dan konsep hanya merupakan alat-alat untuk mempermudah analisis san sintesis sejarah. Sejarah dalam arti “subjektif” merupakan rekonstruksi peristiwa sejarah yakni hasil dari penelitian yang kemudian dituliskan. Sedangkan Sejarah dalam arti “objektif” menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri yakni proses sejarah dalam aktualitasnya.  Apa yang sering dibicarakan orang selama ini tentang sejarah adalah sejarah yang bersifat subyektif. Sejarah subyektif adalah sejarah memuat unsure-unsur dan subyek (pengarang/penulis), maka dalam penulisannya akan cenderung kepada si penulis itu sendiri. Yang seharusnya adalah sejarah obyektif, yaitu sejarah yang sesuai dengan aslinya (aktualitasnya). Sejarah yang ideal adalah sejarah yang obyektif yang jauh dari sifat-sifat subyektif (pengarang/penulis).
Dalam merekonstruksi peristiwa diibaratkan sebagai sebuah pembangunan gedung. Diperlukan blueprint dan layout yang diingingkan. Untuk mencapai itu maka diperlukan suatu kerangka pikiran atau referensi yang mewadahi semua fakta yang tidak lagi disatukan sebagai agregasi, tetapi telah tersusun dan terhubung antara fakta yang satu dengan fakta yang lainnya yang sesuai dengan desain. Pembatasan tentang lingkup(Scope) waktu temporal dan ruang (spatial) perlu ditegaskan sebagai pembatas peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, apa itu Perspektif Sejarah?.  Dalam mengangan-angankan tentang masa lampau yang penuh dengan kejadian ada kalanya timbul kekalutan karena orang lupa mana yang terjadi terlebih dahulu dan mana yang kemudian. Urutan peristiwa secara kronologis pada masa lampau adalah fundamental dalam setiap pengetahuan sejarah. Dimensi waktu dalam sejarah ada tiga yaitu masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Sementara kronologi sejarah adalah bentuk penulisan sejarah yang terdiri atas urutan-urutan kejadian.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perspektif sejarah adalah adanya perbedaan kedalaman objek yang disebabkan oleh jarak dari tempat memandangnya. Dalam melihat sejarah maka kita harus tahu tentang kejadian yang lama dan kejadian yang baru. Agar pengetahuan tentang fakta-fakta sejarah tidak tertumpuk dalam ingatan kita begitu saja sebagai suatu agregasi maka perlu ada pengkonstruksian berdasarkan perspektif sejarah itu.
Dalam melihat secara perspektif sejarah diperlukan langkah yang disebut periodisasi. Periodisasi adalah salah satu proses struturisasi waktu berdasarkan pembagian atas babak, zaman dan waktu. Dalam kisah pewayangan misalnya, periodisasi dibagi menjadi empat yaitu dwaparayuga, tretayuga, kaliyuga dan kretayuga. Sementara di dunia Barat membagi kisah sejarah dalam 3 periodisasi yaitu zaman kuno (-500sm), Zaman pertengahan (500-1500) dan zaman modern (1500- sekarang)
Selanjutnya dijelaskan bahwa perspektif historis melihat bahwa masa kini tidak terlepas dari masa lampau dan identitasnya. Yang penting dalam pandangan dan cara melihat obyek atau gejala masa lampau ialah bahwa setiap objek selalu mempunyai masa lampau dan perkembangannya. Jadi perspektif sejarah akan menjelaskan masa kini dengan memaparkan latar belakang masa lampaunya.
Perkembangan penulisan sejarah barat sejak zaman Yunani sampai sekarang boleh dikatakan bahwa pada umumnya berupa karya-karya yang bersifat naratif. Dan kebanyakan adalah sejarah politik. Tidak mengherankan bahwa sejarah politik dan sejarah perang sangat menonjol dalam historiografi di dunia Barat. Sehingga kemudian dikenal dengan istiah sejarah konvensional atau juga disebut sejarah politik.
Selain sejarah politik, yang menonjol di dunia Barat adalah sejarah Sosial. Sejarah social adalah setiap gejala social yang memanifestasikan kehidupan social suatu komunitas atau kelompok. Dimensi sejarah social sangat luas, yang mencakup segala aspek kehidupan.

BAB II. REKONSTRUKSI SEJARAH
Pada bab ke-dua ini dijelaskan tentang sejarah sebagai sistem, sejarah sebagai unit, sejarah nasional sebagai unit. Pada penjelasan awal tidak dipersoalkan secara mendalam apakah sejarah sebagai satu kesatuan senantiasa merupakan suatu sistem. Konsep sistem dalam rekonstruksi sejarah hanya dipakai sebagai alat analisis dan sintesis.
Pendekatan sistem memusatkan perhatian pada kesatuan yang mencakup unsure-unsur serta hubungan pengaruh-mempengaruhi. Yang menonjol adalah pengambilan momentum tertentu dalam peristiwa sejarah.
Sejarah sebagai satu konstruksi merupakan satu kesatuan yang koheren (adanya saling keterkaitan antar unsur-unsur yang membentuk kesatuan)  Periodisasi atau pembabakan waktu adalah salah satu proses strukturasi waktu dengan pembagian atas beberapa babak, zaman, atau periode berdasarkan kriteria tertentu, seperti ciri-ciri khas yang ada pada periode tertentu.
Rekonstruksi sejarah dimulai dari tradisi lisan, yang turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya yang kemungkinan kenbenaran yang didapat dikemudian hari mengambang. Kemudian  bersama dengan perkembangan zaman kemudian peristiwa masa lampau dibukukan yang menjadi lebih mantap karena tidak mengalami perubahan. Apabila pelbagai pola kelakuaan dalam peradaban dibakukan dalam bentuk lembaga dan tradisi, maka ungkapan-ungkapan tentang pengalaman individu dan kelompok di masa lampau dilembagakan sebagai penulisan sejarah.
Dalam penyusunan cerita sejarah struktur logis yang harus diikuti harus meliputi 10 urutan yang dimulai dari pengaturan kronologis sampai kepada penyusunan cerita berdasarkan deskripsi-analitis . Selanjutnya, dijelaskan bahwa di dalam historiografi Indonesia, antara lain dalam Babad Tanah Jawi, juga terdapat pembagian zaman yang dimulai dari zaman nabi-nabi, zaman munculnya tokoh-tokoh pewayangan, mitis, lalu diikuti zaman kerajaan-kerajaan. Kesemuanya itu merupakan bentuk-bentuk periodisasi sebagai usaha menstrukturasi waktu.
Dalam historiografi Barat, periodisasi yang amat populer ialah yang disusun oleh Cellarius (1638-1707). Pembabakan Sejarah Barat atas tiga periode menurutnya adalah: (1) Zaman Kuno (-500); (2) Abad Pertengahan (500-1500); dan Zaman Modern (sejak 1500).
Dalam sejarah politik, ada kebiasaan membuat periodisasi berdasarkan pemilihan caesuur (penetapan pemisahan) pada tahun peristiwa penting, antara lain akhir perang, awal revolusi, awal suatu periode pemerintahan, dan sebagainya. Misalnya Revolusi Prancis (1789) dianggap sebagai awal periode moderen, ditinggalkannya monarki absolut dan dimulainya periode liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme.
Setiap unit sejarah senantiasa memiliki lingkup temporal dan spasial (waktu dan ruang). Ruang lingkup temporal mempunyai batasan yaitu awal perkembangan gejala sejarah dan akhirnya, misalnya dalam biografi kelahiran dan kematian seorang tokoh. Ruang lingkup spasial juga memiliki batasan, misalnya dalam sejarah perang ialah seluruh wilayah yang dipakai sebagai medan perang. Untuk suatu negara, batasan spasialnya ialah wilayah kekuasaannya. Sehubungan dengan hal tersebut, ilmu sejarah memerlukan bantuan geografi.
Konsep sistem banyak dipakai dalam ilmu sosial yang mempunyai perspektif sinkronis terhadap suatu gejala. Sementara di dalam sejarah, konsep sistem hanya dipakai sebagai alat analisis dan sintesis, terutama dalam menunjukkan saling hubungan antara unsur-unsur atau dimensi-dimensi yaitu bagaimana saling pengaruh-mempengaruhi antara faktor ekonomi, sosial, politik dan kultural. Pelacakan bagaimana terjadinya atau jalannya perkembangan di masa lampau dilakukan dengan pendekatan diakronis.
Apabila objek studi sejarah ditujukan pada suatu masyarakat atau lembaga sosial, maka untuk melacak perkembangan historis strukturnya diperlukan pendekatan sinkronis dan diakronis. Contoh: Bagaimana struktur feodal masyarakat abad pertengahan di Eropa kemudian berubah menjadi masyarakat abad ke-19 dengan kelas menengah atau kaum borjuis yang mempunyai kedudukan penting? Disini sejarah struktural dengan pendekatan rangkap dapat melakukan analisis dan mengungkapkan perubahan sosialnya.
Seringkali Present-mindedness menjadi panduan untuk menyeleksi permasalahan di masa lampau. Melaksanakan pandangan masa kini sebagai alat pengukur tentang masa lampau sebaiknya dihindari. Contoh: Negara Majapahit dipandang sebagai negara nasional. Disini konsep negara nasional yang moderen diterapkan atas kerajaan kuno, tidak disadari bahwa struktur dan sistem politiknya sangat berbeda. Oleh karena itu, sejarawan perlu memiliki historical-mindedness, yakni kemampuan untuk menempatkan suatu gejala sejarah sesuai dengan suasana dan iklim kebudayaan masanya, sehingga dapat dihindari kesalahan yang disebut anakronisma, yakni mencampurbaurkan zaman suatu gejala dengan zaman lain.
Dalam menghadapi gejala-gejala sejarah yang beraneka ragam tetapi menunjukkan kemiripan, perlu diadakan kategorisasi, penggolongan atau tipologisasi, misalnya kota-kota pelabuhan, pemberontakan petani, kota-kota dan lain-lain.
Peranan ilmu sosial dalam penyeleksian data dan fakta, terutama teori-teori dan konsep-konsepnya sangat penting. Kedua jenis alat analitis itu memudahkan kita mengatur seluruh substansi penulisan naratif dengan segala unsur-unsurnya seperti fakta, subfakta, struktur dan proses, faktor-faktor, dan lain lain. Tanpa kerangka teoretis dan konseptual tidak ada butir-butir referensi untuk membentuk naratif, eksplanasi dan argumentasi.
Multidimensionalitas gejala sejarah perlu ditampilkan agar gambaran menjadi lebih bulat dan menyeluruh sehingga dapat dihindari kesepihakan atau determinisme. Yang penting dari implikasi metodologis ini ialah bahwa pengungkapan dimensi-dimensi memerlukan pendekatan yang lebih kompleks yakni pendekatan multidimensional. Sejarawan yang akan menerapkan metodologi ini perlu menguasai pelbagai alat analitis yang dipinjam dari ilmu sosial.
Dalam penulisan sejarah lazim dibedakan menjadi dua macam sejarah yaitu (1) Sejarah prosesual (sejarah deskriptif-naratif), ialah penulisan sejarah yang menggambarkan kejadian sebagai proses, yang dicakup dalam uraian naratif atau cerita untuk mengungkapkan bagaimana suatu peristiwa terjadi, lengkap dengan fakta-fakta tentang “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana”; (2) Sejarah struktural (sejarah deskriptif-analitis), ialah penulisan sejarah yang menerangkan kausalitasnya atau menjawab pertanyaan “mengapa”.
F. Braudel (seorang sejarawan) menyebut sejarah struktural dengan istilah “sejarah jangka panjang” (longue durÄ›e) karena mencakup perubahan struktur masyarakat dan lingkungan yang terjadi secara lambat laun. Menurut dia, di antara sejarah prosesual dan sejarah struktural terdapat sejarah konjunktural (conjuncture) yang menggambarkan “gelombang” gerakan perkembangan sejarah, terutama di bidang sejarah ekonomi, antara lain dengan gerakan tingkat harga-harga, fluktuasi produksi, dan sebagainya. Penulisan sejarah konjunktur dan struktural bersifat analitis dan perlu mempergunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial beserta teorinya.
Menurut mazhab L. Von Ranke pada akhir abad ke-19 penulisan sejarah tidak lagi dilakukan secara konvensional, yaitu sejarah yang empiris positif dalam bentuk deskriptif-naratif, tetapi perlu lebih banyak diterapkan penulisan sejarah deskriptif-analitis dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial atau multidimensional.

BAB III. SEJARAH DAN ILMU SOSIAL
Pada bab ketiga ini, penjelasan tentang hubungan antara sejarah dengan ilmu social dimulai dari 4 alasan Sartono Kartodirdjo tentang  kedekatan antara ilmu sejarah dengan ilmu-ilmu social, membahas mengenai perbedaan ilmu eksakta (alam) dengan ilmu kemanusiaan (humaniora).
Kedudukan sejarah dan ilmu-ilmu sosial (bahasa, geografi, ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi) adalah saling memerlukan dan saling memberikan kontribusi. Dalam hal ini, penelitian dan penulisan sejarah senantiasa memerlukan bahasa sebagai sarana primer untuk mengungkapkan data, analisis, dan kesimpulan yang terkait dengan seluruh aspek yang terkait dengan manusia dan waktunya.
Penyajian hasil penelitian sejarah dalam tulisan disajikan dengan memenuhi hal-hal berikut:
1)      Generalisasi dicapai lewat analisis, sedangkan gambaran yang khusus diperoleh lewat narasi. Generalisasi lebih bersifat kuantitatif sedangkan gambaran khusus lebih kualitatif. Hubungan antara pelbagai gejala ditentukan berdasarkan hubungan kausalitas, jadi terumuskan sebagai eksplanasi, sedangkan hubungan kualitatif dirumuskan dengan menggunakan interpretasi (tafsiran).
2)      Rapprochement antara ilmu sosial dan sejarah terutama terwujud pada perubahan metodologi. Pembaruan metodologi tahap pertama terjadi karena pengaruh ilmu diplomatik sejak Mabillon, sedangkan pembaruan tahap kedua terjadi karena pengaruh ilmu sosial.
Implikasi besar dari perkembangan itu ialah bahwa setiap research design memerlukan kerangka referensi yang bulat, yaitu memuat alat-alat analitis yang akan meningkatkan kemampuan untuk menggarap data. Oleh karena itu, pengkajian sejarah memerlukan teori dan metodologi.
Ruang di dalam geografi distrukturasikan berdasarkan fungsi-fungsi yang dijalankan menurut tujuan atau kepentingan manusia selaku pemakai. Unit-unit fisik yang dibangun menjadi unsur struktural fungsional dalam sistem tertentu, ekonomi, sosial, politik, dan kultural. Struktur dan fungsi bermakna di dalam konteks tertentu, yaitu tidak terlepas dari jiwa zaman atau gaya hidup masanya.
Pada hakikatnya sejarah dan antropologi mempelajari objek yang sama, yakni tiga jenis fakta: artifact, socifact dan mentifact. Artifact sebagai benda fisik adalah konkret dan merupakan hasil buatan. Artifact menunjuk kepada proses pembuatan yang telah terjadi di masa lampau. Socifact menunjuk kepada kejadian sosial (interaksi antar aktor, proses aktifitas kolektif) yang telah mengkristalisasi sebagai pranata, lembaga, organisasi, dan sebagainya. Untuk memahami struktur dan karakteristik socifact perlu dilacak asal-usulnya, proses pertumbuhannya sampai wujud sekarang. Artinya, segala sesuatu dan keadaan yang kita hadapi dewasa ini tidak lain ialah produk dari perkembangan di masa lampau, yakni produk sejarah.

BAB IV. KATEGORI PENULISAN SEJARAH
Pada bab ke-empat ini dipaparkan mengenai kategori-kategori sejarah yang berkembang saat ini, dimulai dari Sejarah Social, Sejarah Mentalias, Sejarah Politik, Sejarah Intelektual,  Sejarah Agraria, Sejarah Kebudayaan.
Secara mendalam, Sartono Kartodirdjo menjelaskan tentang pengertian dari masing-masing kategori sejarah tersebut dan menjelaskan sejarah apa saja yang ada di dalamnya.
a.       Dalam sejarah social, dijelaskan tentang pengertian sejarah social, paradigm perubahan sosial dan beberapa teori tentang modernisasi
b.      Dalam sejarah politik, dipaparkan tentankategori penulisan sejarah yang disesuaikan dengan zamannya.  Gagasan menulis sejarah sosial muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dominasi sejarah politik selama abad ke-19. Herodotus menulis sejarah perang Parsi yang mencakup segala aspek kehidupan masyarakat Athena, mulai dari aspek ekonomi, sosial, politik sampai segi kultural. Trevelyan, pengarang English Social History, melukiskan pelbagai keseluruhan sejarah masyarakat tanpa mencantumkan perkembangan kehidupan politik.
Max Weber dan Emile Durkheim dalam karya-karya awalnya menulis tentang pelbagai aspek perkembangan masyarakat, mengikuti jejak gurunya masing-masing, ialah K. Lamprecht dan Fustel de Coulange. Marc Bloch dan Febvre beserta mazhabnya “Annales” menulis sejarah sosial dengan menerbitkan Feudal Society.  
Di Amerika Serikat, Turner menjadi pelopor dengan karyanya tentang penafsiran ekonomis UUD Amerika. Kemudian pada tahun dua puluhan Robinson menonjolkan The New History, yakni sejarah yang ditulis dengan pendekatan yang meliputi pelbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dalam abad ke-19, sejarah politik sangat menonjol sehingga dikenal sebagai abad nasionalisme dan formasi negara nasional di Eropa Barat. Sejarah politik abad ini diawali oleh Thucydides yang menulis Perang Peloponesia, dan sejak saat itu tradisi penulisan sejarah didominasi oleh sejarah politik.
c.       Selanjutnya dalam Sejarah  Mentalitas dicontohkan tentang sejarah yang ditulis oleh Voltaire, seorang filsuf Prancis (1694-1778) menulis sejarah kebudayaan dunia pertama dengan judul Essai sur les moeur et l’esprit des nations (karangan tentang adat-istiadat dan jiwa bangsa-bangsa). Disini dipakai istilah “jiwa” tidak lain untuk mencakup konsep mentalitas, semangat atau etos dari bangsa-bangsa.
d.      Sejarah Intelektual, pada pembahasan sejarah intelektual ini dipaparkan mengenai perbedaan tiga jenis fakta dalam sejarah yaitu artifact, sociodact dan mentifact. Menurutnya kesadaran adalah realitas primer, kesadaran lain yang muncul adalah dari realitas primer tersebut.
Masalah kesadaran merupakan faktor terpenting sebagai faktor penggerak atau pencipta fakta-fakta sejarah yang lain sebagai contoh revolusi, pemberontakan, perang dan lain sebagainya.
Mentalitas sebagai suatu kompleks sifat-sifat sekelompok manusia menonjolkan watak tertentuyang dimanifestasikan sebagai sikap atau gaya hidup tertentu.
e.       Sejarah Agraria, dipaparkan mengenai sejarah pedesaan dan pertanian, rajasentrisme versus sejarah pedesaan, perkembangan disiplin sejarah, sejarah pertanian, dan sejarah pedesaan, peranan petani, dan sejarah pedesaan di Indonesia.

0 comments:

Beasiswa Pascasarjana

http://www.beasiswapascasarjana.com/2012/03/beasiswa-s2-guru-kepsek-dan-pengawas.html

Kemdikbud

Informasi tentang pendidikan, seputar Beasiswa dan perkembangan pendidikan di Indonesia

Detik.com

Apa Anda Termasuk orang yang cerdas?

Bila anda merasa sebagai bagian orang-orang yang cerdas, apa yang akan anda lakukan dengan kecerdasan anda tersebut?
Apakah akan anda gunakan kecerdasan anda tersebut untuk kebaikan umat manusia, atau hanya untuk anda sendiri atau malah untuk mencelakai manusia lainnya?
Silahkan kirimkan koment anda! Pro ataupun kontra, akan kami tampung sebagaimana kami menghargai kecerdasan sebagai sebuah misteri yang akan selalu ada di dunia ini.

Post Populer

About This Blog

Blog ini dibuat dengan kesengajaan, memang di rekayasa sedemikian rupa dengan tujuan membuat para pembaca tertarik, ikut memberikan sumbangan pemikiran demi kemajuan bersama.
Segala macam isi yang ada dalam tiap halaman blog ini diluar tanggungjawab admin.
Author menerima kritik dan masukan demi perbaikan blog ini.
Selamat berselancar

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP