AUFKLARUNG FOR ALL
Silahkan ketik berita yang anda inginkan di kolom ini.

Selamat Datang di Aufklarung For All "Pencerahan Untuk Semua".

Informasi yang ada dalam blog ini semata-mata sebagai bentuk penyampaian uneg-uneg dan aspirasi. Semoga bisa menambah pengetahuan kita dan memberikan inspirasi kepada siapa pun yang membaca blog ini. Tulisan tidak akan lekang oleh waktu, satu goresan pena akan mampu merubah dunia bila kita menyadarinya. Semoga bermanfaat!

Selasa, 28 Januari 2014

MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Oleh: Wiyanto, S.Pd (diolah dari berbagai sumber)

A.    Pengertian Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah
sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama. Seperti; sekolah, keluarga, perkumpulan, Negara.
Dalam ilmu sosiologi kita kita mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat patembayan. Gemeinschaft atau paguyuban adalah pola masyarakat yang ditandai dengan hubungan anggota-anggotanya bersifat pribadi, sehingga menimbulkan ikatan yang sangat mendalam dan batiniah, misalnya pola kehidupan masyarakat pertanian umumnya bersifat komunal yang ditandai dengan ciri-ciri masyarakat yang homogen, hubungan sosialnya bersifat personal, saling mengenal, serta adanya kedekatan hubungan yang lebih intim.
Sedangkan lawan kata dari gemeinschaft adalah Gesselschaft atau patembayan yaitu masyarakat yang kehidupan anggotanya lebih mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan, serta memperhitungkan untung rugi.
Perbedaan Gemeinschaft dan Gesellschaft
Gemeinschaft
Gesellschaft
Adanya hubungan perasaan kasih sayang
Hubungan antaranggota bersifat formal
Adanya keinginan untuk meningkatkan kebersamaan
Memiliki orientasi ekonomi dan tidak kekal
Tidak suka menonjolkan diri
Memperhitungkan nilai guna (utilitarian)
Selalu memegang teguh adat lama yang konservatif
Lebih didasarkan pada kenyataan sosial
Terdapat ikatan batin yang kuat antaranggota

Hubungan antaranggota bersifat informal


B.     Unsur-Unsur Suatu Masyarakat
Suatu masyarakat terbentuk bukan karena kebetulan akan tetapi ada prosesnya dan ada unsure-unsur yang membentuknya dan kemudian dapat dikatakan sebagai masyarakat. Sesuatu bisa dikatakan sebagai masyarakat jika memenuhi unsure-unsur sebagi berikut:
1)  Harus ada perkumpulan manusia
2)  Telah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu.
3) Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur masyarakat untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Bila dipandang cara terbentuknya masyarakat dibedakan menjadi:
1. Masyarakat paksaan, misalnya negara, masyarakat tawanan
2. Masyarakat mardeka
a). Masyarakat natur, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti: gerombolan (harde), suku (stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan.
b). Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kapantingn kedunian atau kepercayaan.
Masyarakat dipandang dari sudut Antropologi terdapat dua type masyarakat:
1) Masyarakat kecil yang belum begitu kompleks, belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal tulisan, dan tehknologi nya sederhana.
2) Masyarakat sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala  bidang, kerena pengetahuan modern sudah maju, teknologi pun sudah berkembang, dan sudah mengenal tulisan.
Masyarakat juga biasa dibedakan menurut suku, ras, dan chiefdom. Selain itu masyarakat biasa dibedakan menurut mata pencaharian diwilayahnya. Menurut para pakar Pengertian Masyarakat dibedakan menjadi masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat cocok tanam dan masyarakat peradaban.
Masyarakat peradaban adalah masyarakat yang sudah melakukan perubahan dalam artian menyesuaikan lingkungan alam dengan kehidupan yang selayaknya diterapkan untuk kehidupan yang lebih maju.
Masyarakat akan berjalan apabila komponen-komponen didalamnya berjalan lancar. apabila tidak bisa dipastikan akan terjadinya sebuah keruntuhan didalam masyarakat itu. Meskipun itu adalah komponen kecil seperti keluarga, akan bisa menghancurkan sebuah masyarakat. Jadi aturan-aturan tentang persamaan harus dimasukkan guna mengatur dan mengakomodir masyarakat.

C.    Masyarakat Multikultural
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Konsep multikulturalisme menurut Taylor (Savirani,2003:385) adalah gagasan mengatur keberagaman dengan prinsip dasar pengakuan akan keberagaman itu sendiri (politics of recognition). Lebih jauh lagi, gagasan ini menyangkut pengaturan relasi antara kelompok mayoritas dan minoritas, keberadaan kelompok imigran, masyarakat adat, dan lain-lain. Sedangkan Suparlan (2002:98) menjelaskan multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan. Oleh karena itu konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa (ethnic) atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.
Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.
  • “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007)
  • Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
  • Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174)
  • Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000)
  • Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).

D. Jenis Multikulturalisme
Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktik multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian Parekh):
  1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
  2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
  3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
  4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
  5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Dari penjelasan di atas, maka bisa dipahami bahwa prinsipnya adalah Multikulturalisme berakar dari individualistik, liberal, yang memahami perbedaan kultur, memahami perbedaan atau kekayaan perbedaan agama, politik, ideology, dan lain-lain, hanya sebatas memahami untuk tidak timbulnya benturan akibat perbedaan-perbedaan tersebut (pasif-liberalis) sehingga konsep Multikuturasisme ini harus di ikuti dengan konsep Pluralisme yang memahami adanya perbedaan-perbedaan untuk kemudian pemahaman itu ditingkatkan menjadi toleransi dan tolong menolong, gotong royong antar umat beragama, bukan dari sisi pencampuradukan ajaran agama, melainkan dari sisi umat dan kemanusiaannya (bersifat aktif-participatif).

E.     Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
BerdasarkanUndang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat 1 “Negara berdasar atas keTuhanan YME” ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”. Inipun sesuai dengan symbol yang ada di lambang burung Garuda Pancasila yakni “Bhinneka Tunggal Ika” “meski berbeda-beda tetap satu jua”. Juga sesuai dengan sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.
Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena:
1. Latar belakang Historis,
2. Letak geografis Indonesia
3. Perkawinan campuran
4. Iklim
5. Keterbukaan dengan dunia luar

F.      Dampak Multikultural Di Indonesia
Berikut ini adalah dampak yang akan terjadi dengan keberadaan kemajemukan (multikulturalisme) di Indonesia:
1.      Konflik
Merupakan suatu proses social disosiatif yang memecah persatuan di dalam masyarakat. Konflik terjadi apabila golongan-golongan atau unsure-unsur yang berbeda dalam masyarakat gagal mencapai kesepakatan mengenai nilai-nilai yang bersifat dasar sehingga tidak tercapai keselarasan antar golongan dengan golongan lainnya
2.      Integrasi
Adalah proses dibangunnya interdependensi yang lebih rapat dan erat antara bagian-bagian dari anggota-anggota masyarakat sehingga terjadi penyatuan hubungan yang dianggap harmonis
Faktor  yang mendukung terjadinya integrasi social di Indonesia yaitu:
a)      Adanya penggunaan bahasa Indonesia
b)      Adanya semangat persatuuan dan kesatuan
c)      Adanya kepribadian dan pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila
d)     Adanya jiwa dan semangat gotong-royong yang kuat dalam masyarakat
e)      Adanya jiwa dan semangat gotong-royong yang kuat dalam masyarakat
f)       Rasa solidaritas dan toleransi antar agama
g)      Adanya perasaan senasib sepenangungan sebagai akibat  dari penjajahan bangsa lain
3.      Dis-integrasi
Adalah suatu keadaan dimana tidak ada lagi keserasian antar bagian-bagian dari suatuu kesatuan.
4.      Re-integrasi
Disebut juga reorganisasi, yaitu suatu tindakan yang dapat dilakukan apabila norma-norma dan nilai-nilai baru dalam masyarakat telah melembaga dalam diri warga masyarakat
Berikut adalah penjelasan dari akibat multikulturalisme yang terjadai di Indonesia. Satu hal yang harus disadari bahwa Indonesia adalah negara yang di dalamnya terdiri atas banyak bangsa (plural), banyak ras, suku/etnis, agama, budaya, termasuk orientasi seksual. gagasan umum keberagamaan ras, yang hidup dalam harmoni pluralistik, yang melihat keberagamaan sebagai pluralitas identitas dan kondisi eksistensi manusia. Identitas dipandang sebagai produk adat istiadat, praktik, dan makna yang merupakan warisan dan ciri pembawaan serta pengalaman bersama.
Tetapi pada kenyataannya di Indonesia dampak negatif dari Multikulturalnya agama, ras, bahasa, budaya menyebabkan konflik bergenerasi antar kelompok masyarakat (konflik horizontal) dan konflik antar masyarakat/pemerintah daerah dan pusat (konflik vertical) dan generasi dengan pelaku dan intensitas yang berbeda. Sebagai contoh pembakaran pasar Glodok (Peristiwa Mei Kelabu) di Jakarta, yang menjadi sasaran adalah kelompok etnis. Keturunan Tionghoa (sebelumnya telah terjadi di Medan kemudian di Bandung, Solo, dan Makasar).
Peristiwa Ambon-Maluku (Pertarungan antara BBM (Bugis-Buton-Makasar) dan Ambon Islam melawan Ambon Kristen). Peristiwa Sambas dan Palangkaraya (Kalimantan) (Pertarungan antara Dayak, Melayu dan Tionghoa melawan Madura), Peristiwa Poso (pertarungan antara kelompok Islam dan Kristen yang disertai oleh unsur-unsur dari luar), Peristiwa Sumbawa (NTT) perkelahian antara orang Sumbawa dan Bali, peristiwa Aceh (pertarungan antara orang Aceh dan transmigrasi Jawa), peristiwa separatisme Gerakan Aceh Merdeka dan Organisasi Papua Merdeka disusul penghancuran masjid-masjid Ahmadiyah di Parung Bogor yang dipicu oleh perbedaan agama, atau kasus-kasus yang sudah agak lama tapi tetap masih menjadi ingatan kita seperti pemboman Borobudur, pemboman beberapa gereja di Indonesia atau kasus terbesar yang pernah dihadapi oleh Indonesia.
Seiring dengan itu, negara yang diharapkan menjadi wadah penyelamat juga mengalami kekacauan dengan membudayanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dijajaran birokrasi, komitmen moral para wakil rakyat terhadap masyarakat pun sangat rendah. Sementara, keadilan, kemiskinan atau ketimpangan sosio-politik ekonomi masyarakat semakin tinggi. Hal ini memberi isyarat bahwa keinginan untuk membangun masyarakat berperadaban (civil society) dan keadilan sosial masih jauh panggang dari api. Oleh karenanya, menjadi suatu keharusan pemerintah segera mereformasi mental, moralitas jajaran birokrasi, jika tidak maka krisis akan terus berkelanjutan dan disintegrasi tinggal menunggu bak bom waktu.
Menurut Miriam Budiarjo, sebuah negara dikatakan demokratis ketika ditandai dengan adanya perlindungan konstitusional terhadap semua warga negara, termasuk terhadap kaum minoritas (Miriam Budiarjo: 1999). Sementara menurut Sri Sumantri, negara demokrasi salah satunya ditandai oleh dilindungi dan dipertimbangkannnya Kepentingan minoritas (Frans Magnis Suseno, 1998; 72). Karena itu, salah satu ukuran bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi adalah dihargainya hak-hak minoritas (minority right). Oleh karena itu pembelaan dan perlindungan terhadap kelompok minoritas baik agama, etnis maupun gender merupakan upaya penting yang harus dilakukan seiring dengan upaya-upaya mengawal proses demokratisasi tersebut.

Referensi:
1.      ^ Mubarak, Zakki, dkk. Buku Ajar II, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian terintegrasi (MPKT) cet. Kedua. 2008: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat, . Depok: Penerbit FE UI
2.      ^ Azra, Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia”,http://www.kongresbud.budpar.go.id/58%20ayyumardi%20azra.htm.
3.      ^ Azra, Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia”,
4.      ^ Lubis, Akhyar Yusuf, 2006. Deskontruksi Epistemologi Modern. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu
5.      ^ [http:www.duniaesai.com/antro/antro3.html Suparlan, Parsudi, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”, Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar Bali, 16-21 Juli 2002, 1987]
6.      ^ Harahap, Ahmad Rivai, 2004. “Multikulturalisme dan Penerapannya dalam pemeliharaan kerukunan Umat Beragama”.
7.      ^ See Neil Bissoondath.  2002.  Selling Illusions: The Myth of Multiculturalism. Toronto: Penguin. ISBN 978-0-14-100676-5.
8.      ^ Neil Bissoondath, 2002. Selling Illusions: The Myth of Multiculturalism. Toronto: Penguin,. ISBN 978-0-14-100676-5. Passim.
9.      ^ [Mubarak, Zakki, dkk. Buku Ajar II. 2008. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian terintegrasi (MPKT) cet. Kedua.: Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat, Depok: Penerbit FE UI]\
10.  Huntington, Samuel P alih bahasa Ruslani. 2000. Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia, Yogyakarta: Qalam.
11.  Fay, Brian. 1996. Contemporary Philosophy of Social Science: A Multicultural Approach. Oxford: Blackwell.
12.  Rorty, Richard, Philosophy and the Mirror of Nature, Oxford: Basil Blackwell. 1980.
13.  Budiman, Hikmat. 2005. Hak Minoritas. Dilema Multikulturalisme di Indonesia, Jakarta: The Interseksi Foundation.
14.  Patra M. Zen. 2005. Komentar Hukum: Hak-hak Kelompok Minoritas dalam Norma dan Standar Hukum Internasional Hak Asasi Manusia, Jakarta: The Interseksi Foundation,
15.  Stavenhagen, Rudolfo. 1996. Education for a Multikultural world, in Jasque Delors (et all), Learning: the treasure within, Paris, UNESCOAzra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Kewargaan dan Demokrasi di Indonesia, dalam Ikhwanuddin Syarief & Dodo Murtadlo (eds), Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru: 70 Tahun Prof. Dr. HAR Tilaar MscEd, Jakarta: Grasindo.


0 comments:

Beasiswa Pascasarjana

http://www.beasiswapascasarjana.com/2012/03/beasiswa-s2-guru-kepsek-dan-pengawas.html

Kemdikbud

Informasi tentang pendidikan, seputar Beasiswa dan perkembangan pendidikan di Indonesia

Detik.com

Apa Anda Termasuk orang yang cerdas?

Bila anda merasa sebagai bagian orang-orang yang cerdas, apa yang akan anda lakukan dengan kecerdasan anda tersebut?
Apakah akan anda gunakan kecerdasan anda tersebut untuk kebaikan umat manusia, atau hanya untuk anda sendiri atau malah untuk mencelakai manusia lainnya?
Silahkan kirimkan koment anda! Pro ataupun kontra, akan kami tampung sebagaimana kami menghargai kecerdasan sebagai sebuah misteri yang akan selalu ada di dunia ini.

Post Populer

About This Blog

Blog ini dibuat dengan kesengajaan, memang di rekayasa sedemikian rupa dengan tujuan membuat para pembaca tertarik, ikut memberikan sumbangan pemikiran demi kemajuan bersama.
Segala macam isi yang ada dalam tiap halaman blog ini diluar tanggungjawab admin.
Author menerima kritik dan masukan demi perbaikan blog ini.
Selamat berselancar

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP