DANA DESA, DANA ASPIRASI, TRIK APA LAGI?
GOLKAR kembali membuat terobosan yang tak populer, yaitu dana aspirasi untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Nilainya nggak tanggung, mencapai Rp 8,4 triliun, artinya per kepala anggota dewan dihargai Rp 15 miliar. Angka ini berlaku untuk satu tahun. Jadi jika lima tahun menjadi senator, maka tinggal tinggal dikalikan lima saja. Wacana ini disampaikan Fraksi Golkar dalam pembahasan APBN 2011, pada Juni 2010.
Duit itu memang tak langsung masuk kantong anggota dewan, melainkan tetap berada di tangan lembaga pemerintah. Cara menarik duit ini, si anggota dewan saat reses akan turun ke daerah pemilihannya, lalu menampung aspirasi masyarakat yang menyampaikan kebutuhan untuk daerahnya. Selanjutnya, si anggota dewan meneruskannya ke lembaga terkait, dari sini akan lahir sebuah proyek untuk dikerjakan di daerah itu yang nilainya tak lebih dari dana aspirasi ini.
Wacana ini dimunculkan dengan alasan untuk menghentikan langkah calo proyek yang selama ini digeluti oleh cukup banyak anggota dewan. Alasan lainnya, agar aspirasi dari masyarakat yang disampaikan melalui si anggota dewan bisa terealisir. Selama ini, aspirasi tak bisa jalan, kecuali yang menampungnya adalah anggota dewan yang duduk di panitia anggaran.
Publik pun berpikir. Ini trik para politikus untuk menggali duit. Hampir tak ada yang menyambut positif tujuan ini, kecuali ya anggota dewan itu sendiri. Saya tergoda untuk berdiskusi dengan teman saya yang kini duduk di parlemen. Dia Didi Syamsudin, anggota Fraksi Partai Demokrat. Dia sedang berada di Australia. Kami berdiskusi lewat pesan singkat saya melalui telepon selular.
Dia bilang, “harus ada mekanisme dan parameter yang jelas, agar tidak disalahgunakan. Kalau tepat sasaran dan transparan akan berguna. Buruknya, kita belum punya metoda dan sistem yang siap, ini rawan penyalahgunaan.”
Saya mencari anggota dewan untuk mengetahui apa yang ada di pikiran para pengusung ide ini. Saya bertemu Sayed Fuad Zakaria, anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar. Dia bekas Ketua DPRD Aceh periode yang lalu. Saat dia memimpin, di parlemen Aceh sudah menjalankan program dana aspirasi ini. Per anggota dewan Rp 2 miliar. Malah pada 2011 ini ditingkatkan menjadi Rp 5 miliar per anggota dewan. Karena itu, kita bisa menggali pandangannya dari pengalamannya itu.
Nah, apa katanya? “Ah, nggak bisa jalan ini. Semua diolah menjadi keuntungan pribadi,” katanya. “Saya berulang kali mengimbau, agar jangan menyalahgunakan dana ini, sebab berbahaya. Tapi ya dianggap angin lalu saja,” katanya. Dia yakin, persoalan yang sama juga terjadi di DPRD Jawa Timur yang juga sudah menjalankan program yang sama.
Yang pasti, kata Sayed Fuad, dana aspirasi ini akan menjadi titik korupsi dan kolusi antara anggota dewan dan satuan pengguna anggaran (pemerintah), dan juga pengusaha. “Meskipun nantinya proyek diatur lewat tender, tak ada jaminan tawaran terendah yang akan menang, sebab yang mengatur tetap si panitia,” katanya.
Untuk tingkat nasional, dari dana aspirasi di DPR-RI ini akan muncul masalah yang lebih kompleks. “Melahirkan ketidakadilan,” katanya. Sebab, dana akan tersedot ke daerah yang banyak mengirim anggota dewannya ke parlemen. Lihat saja jumlah anggota dewan yang totalnya 560 orang itu, 304 di antaranya berasal dari Pulau Jawa, artinya sekitar Rp 4,5 triliun terserap untuk Pulau Kawa, sisanya berbagi ke daerah lainnya.
Belum lagi jika membandingkan antara Jawa Barat dan Papua Barat, perbandingannya adalah 91 dan 3 orang, jadinya Rp 1,365 triliun berbanding Rp 45 miliar. Ada enam provinsi yang wakilnya masing-masing cuma tiga orang, selain Papua Barat ada Maluku Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Bangka Belitung, dan Kepuluan Riau. Bahkan jika enam provinsi ini digabungpun jumlahnya belum sebanding. Padahal, daerah-daerah yang sedikit perolehan dana aspirasi itu yang perlu mendapat perhatian.
Setelah dihujani hujatan soal dana aspirasi, kini politikus Golkar beralih menggolkan ide dana bantuan Rp 1 miliar per desa. Di Indonesia ada sekitar 70 ribu desa. Jadi, negara harus mengeluarkan Rp 70 triliun! Jumlahnya lebih besar dari dana aspirasi Rp 8,4 triliun. Ini akal-akalan Golkar.
Kesalahan Golkar adalah menyamaratakan kebutuhan seluruh desa. Desa di Papua dan Jakarta dianggap punya kebutuhan sama. Dana ini juga tak jelas pengawasannya. Walaupun disalurkan melalui APBD, toh pejabat daerah pasti tak bisa berkutik bila ada katebelece dari politikus.
Jadi, ini trik mengeruk uang.
Penulis: Nurlis E. Meuko
http://blog.tempointeraktif.com/nasional/dana-aspirasi-dana-desa-trik-apa-lagi/
0 comments:
Posting Komentar