Boyolali Hujan Kerikil
BOYOLALI - Hujan abu bercampur pasir mengguyur kawasan lereng Merapi sebelah timur, yang masuk wilayah Kabupaten Boyolali, Minggu (31/10), sekitar pukul 15.00.
Hujan abu itu mengejutkan warga di Kecamatan Musuk, Cepogo, dan Boyolali Kota karena bercampur pasir dan belerang menyengat yang disertai butiran kerikil.
Badan Geologi Kementerian ESDM di Bandung mencatat lebih dari 8,7 juta meter kubik material vulkanik Gunung Merapi sudah disemburkan sejak erupsi pertama Selasa (26/10) lalu. Sebagian besar volume material yang disalurkan melalui gulungan awan panas itu mengendap di Kali Gendol, yang mencapai 6 juta meter kubik.
Kondisi itu jelas membahayakan karena...
memberikan ancaman baru, selain letusan-letusan yang membuat panik warga pasca Merapi ditetapkan di level tertinggi, Awas. Ancaman baru itu berupa banjir lahar.
”Kalau terjadi hujan, material tersebut berpotensi menimbulkan banjir lahar. Kondisi ini harus menjadi perhatian,” tandas Kepala Badan Geologi, R Sukhyar di Bandung, kemarin.
Awan panas yang disemburkan Merapi, Minggu sore awalnya mengarah ke selatan atau Yogyakarta. Namun akibat embusan angin ke arah timur, hujan abu bercampur pasir mengguyur hingga wilayah Boyolali Kota.
Warga di desa-desa lereng Merapi seperti Desa Tlogolele, Jrakah, dan Klakah yang sebelumnya pulang ke rumah mereka langsung kembali mengungsi. Ratusan warga dari Desa Wonodoyo dan Desa Gedangan, Kecamatan Cepogo, juga mengungsi ke Kantor Pemkab Boyolali.
Mereka datang dengan mobil bak terbuka dan sepeda motor. Mereka menutupi tubuh dengan selimut agar terlindung dari hujan abu. Begitu sampai di Kantor Pemkab, seluruh pakaian dan sebagian muka mereka berlepotan abu bercampur pasir.
Menurut salah satu pengungsi, Harno (52), asal Desa Wonodoyo, Kecamatan Cepogo, warga panik setelah mendengar suara dentuman dari arah puncak Merapi. Tak lama kemudian kepanikan semakin menjadi karena hujan abu disertai pasir mengguyur permukiman.
’’Warga semakin cemas karena hujan juga disertai butiran kerikil. Suara kerikil menghantam genteng terdengar sangat jelas,’’ tuturnya.
Singat, petugas pos pengamatan Gunung Merapi di Selo mengatakan, terjadi letusaan tiga kali. Tetapi yang terdengar dari pos Selo hanya sekali. Arah luncuran material ke selatan, yaitu ke Kali Gendol. Letusan lebih kecil dibandingkan letusan Jumat (29/10) lalu. ’’Hujan abu di Boyolali akibat asap terdorong angin ke arah timur,’’ katanya.
Empat Kali Lipat
Kepala Badan Geologi, R Sukhyar mengungkapkan, sisa material vulkanik sebanyak 2,7 juta meter kubik mengalir ke sejumlah sungai seperti Kali Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, Sat, Lamat, dan Senowo. Jumlah material itu semakin bertambah karena aktivitas Merapi masih belum reda. Demikian pula semburan-semburan awan panasnya.
Luas hamparan endapan material bekas awan panas mencapai 14 km persegi. Angka tersebut dua kali lipat dibanding letusan 2006. Lebih dari itu, dalam estimasi Sukhyar, energi yang dikeluarkan dalam erupsi 2010 berdasarkan perhitungan pihaknya mempunyai potensi 4 kali lipat dibanding tiga letusan sebelumnya pada 1997, 2001, dan 2006.
Letusan 2006, disebutnya, mempunyai vulcanic explosivity index (VEI) 2 dari skala 0-8. Catatan letusan menunjukkan bahwa gunung berketinggian 2.965 mdpl itu sempat pula menyentuh skala lebih dari 3, yakni pada letusan 1768, 1822, 1849, 1876, 1930, dan 1931.
Dia menjelaskan, Merapi kali ini menyimpan potensi lebih besar ditunjang pula oleh perhitungan data bahwa terjadi pembengkakan tubuh gunung mencapai 3 meter. Dengan demikian, energi yang siap dikeluarkan dari kantong magma, berupa tekanan akumulasi gas bersama cairan batuan, cukup dahsyat.
Akibat letusan yang menggedor sejak Selasa lalu, Sukhyar mengakui sebagian alat pengukur deformasi tubuh gunung seperti reflektor dan tiltmeter yang dipasang di puncak Merapi hancur. Meski demikian, dia menegaskan bahwa pengamatan terhadap gunung api teraktif itu tidak terganggu. Pihaknya masih mampu mencatat pergerakan gempa dari dapur Merapi guna dianalisis, termasuk bagi kegiatan mitigasi.
Saat ini, PVMBG bersama BPPTK Yogyakarta yang bertugas secara khusus di seksi Merapi terus melakukan pemantauan intensif. ”Apakah dikeluarkan sekaligus atau dicicil, kondisi ini yang tengah kami amati,” tandasnya.
Karena itu, Sukhyar meminta agar semua pihak terutama masyarakat tetap mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan pihaknya. Rekomendasi mencakup pula kegiatan evakuasi mengingat aktivitas Merapi masih tinggi.
”Evakuasi tidak diperkenankan karena aktivitas gunung tersebut masih tinggi. Demikian pula potensi luncuran awan panas dengan suhu mencapai ratusan derajat celcius,” tandasnya.
Wisata Bencana
Luncuran awan panas kemarin juga terlihat di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Awan panas menyebabkan lahan hutan di barat kawasan Deles semakin luas.
Kades Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Suroso mengatakan warga panik saat mengetahui ada luncuran besar lagi. ’’Namun semua sudah kembali ke barak,’’ katanya.
Menurut dia, luncuran itu merupakan luncuran kali kesekian sehingga membuat warga semakin cemas. Apalagi meski usai hujan awan panas terlihat jelas oleh warga di puncak. Dia meminta warganya untuk tetap waspada. Tidak hanya warga desa, warga dari luar yang datang ke KRB III diminta tidak main-main. Pasalnya, desa sempat dibuat jengkel dengan banyaknya warga luar yang datang ke Deles sekadar untuk menonton gunung yang sangat berbahaya kondisinya. Pintu masuk desa akan ditutup agar orang luar yang hanya berwisata bencana tidak bisa naik.
Sementara itu, stok makanan di tuga barak diprediksi cukup untuk dua pekan ke depan. Bantuan terus mengalir, baik dari instansi atau perorangan ke posko. Dari sisi kesehatan, penyakit ISPA masih mendominasi pengungsi, dan diare mulai menjangkiti pengungsi.
Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Klaten, dokter Ronny Roekmito M Kes mengakui ada satu pasien kasus diare tetapi tidak dirawat. Kasus itu hanya ditemukan saat warga memeriksakan diri. ’’Bisa jadi karena cuaca tetapi hanya seorang,’’ tegasnya.
Barak Penuh Sesak
Gunung Merapi yang kembali menyemburkan awan panas atau wedhus gembel juga membuat panik warga dan para pengungsi yang tinggal di berbagai barak pengungsian di wilayah Magelang dan Sleman.
Para pengungsi di barak Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan maupun Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, berusaha menyelamatkan dari dari awan panas yang meluncur ke arah selatan. Padahal, petugas di posko Kepuharjo berkali-kali menjelaskan bahwa lokasi barak pengungsian tersebut masih tergolong aman.
Namun, karena di dera rasa panik yang berlebihan banyak warga yang memilih lari dan mengungsi ke tempat yang lebih jauh dari Merapi. Akibatnya, jalan-jalan di jalur pengungsian dipenuhi kendaraan dan orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri. Padahal, semburan awan panas dari puncak Merapi sama sekali tidak sampai ke barak pengungsian Kepuharjo.
Berdasarkan keterangan dari Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, pada pukul 14.28 WIB Gunung Merapi mengeluarkan awan panas ke arah selatan dan barat daya atau ke arah Babadan.
Semburan awan panas ini meningkat hingga pukul 15.55. ’’Dari pos Babadan dilaporkan ada letusan sekitar pukul 15.30 dengan ketinggian asap letusan sekitar pukul 4 kilometer,’’ kata Dr Surono, kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Menurut Surono, dari Posko Plawangan, Kaliurang dan Hargobinangun dilaporkan terjadi hujan pasir. Sedangkan awan panas meluncur ke arah Kali Gendol dan Kali Krasak.
Sedangkan kondisi visual dari pos-pos pengamatan Merapi mulai pukul 06.00-12.00 menunjukkan cuaca berkabut pekat mendung hingga hujan. Dan, tidak teramati guguran, api diam, asap, dan awan panas.
’’Tidak terdengar suara guguran, tidak tercium bau menyengat dan tidak terjadi hujan abu, sehingga dapat ditarik kesimpulan sampai dengan pukul 12.00 menujukkan aktivitas Gunung Merapi ditetapkan tingkat Awas level 4,” katanya.
Gempa Low Frequency (LF) mengalami peningkatan, mencapai 17 kali. Hal itu menunjukkan adanya aktivitas gas, pasca muntahan awan panas di lereng Merapi. ’’Erupsi Merapi ini sulit diprediksi. Karena itu, kami mohon warga di lereng Merapi dan para pengungsi tetap berada di barak pengungsian,’’ tegas Surono.
Erupsi Gunung Merapi membuat warga lereng Merapi lari ke bawah, sehingga Jalan Kaliurang dipadati kendaraan baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat. Jalan Kaliurang Km 9 yang menuju ke arah utara ditutup, karena terjadi eksodus besar-besaran para pengungsi menuju ke selatan. Jumlah pengungsi di wilayah Sleman mencapai 15.000 orang.
Kapolres Sleman AKBP Irwan Ramaini memberikan instruksi kepada seluruh tim keamanan yang berjaga di Merapi untuk memperketat keamanan dan melarang warga untuk naik dan kembali ke desanya. ’’Tolong dijaga ketat Kaliurang dan masyarakat jangan diperbolehkan ke atas,’’ perintah Irwan melalui radio HT kepada pos-pos keamanan.
Di lereng wilayah Magelang, ribuan warga juga meninggalkan kampung mereka menuju barak pengungsian. Berdasarkan data Saklak Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang jumlah pengungsi terus bertambah hingga menembus angka 39 ribu jiwa.
Padahal, pada erupsi pertama Selasa (26/10) lalu jumlah pengungsi ’’baru’’ 28.700 orang. Setelah erupsi 28 Oktober, jumlah pengungsi naik menjadi 37.852 orang dan kini sudah mencapai 39 ribu jiwa.
Menurut Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Magelang Drs Eko Triyono, awalnya hanya wanita dan anak-anak yang mengungsi, namun mereka yang sebelumnya menolak mengungsi sekarang bersedia. ’’Bahkan, warga di luar KRB III juga ikut mengungsi,’’ jelas Eko kepada Suara Merdeka, kemarin.
Dia menjelaskan tambahan pengungsi baru itu ditampung di sejumlah TPS seperti Balai Desa Gunungpring (Muntilan), SD Negeri 1 Srumbung, Balai Desa Sudimoro (Srumbung), SMP Sudimoro (Srumbung), Balai Desa Gondowangi (Sawangan), Balai Desa Gulon dan Lapangan Jumoyo (Salam).
Kepala Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Sungkono mengatakan, pihaknya menampung 1.500 pengungsi dari Desa Kaliurang, Srumbung. Sabtu dini hari pihaknya kedatangan 800 pengungsi dari Desa Srumbung, dan Ngablak, Kecamatan Srumbung.
Mereka datang berbondong-bondong untuk mencari perlindungan. Setelah subuh, 600 orang pergi kembali ke lokasi pengungsian asal, dan 200 warga meminta izin bertahan di TPS Jumoyo. ’’Sebenarnya kami mau saja menerima mereka, namun kondisi TPS Jumoyo sudah penuh sesak. Karena itu, permintaan mereka terpaksa kami tolak dengan halus,’’ jelas Sungkono.
Hal serupa juga disampaikan Kepala Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kuswiranto. Menurut dia, kapasitas Balai Desa Gulon sudah penuh sesak sehingga mereka disebar ke titik lain.
Para pengungsi tersebut ditampung di sejumlah lokasi di Desa Gulon seperti SD Negeri Gulon 1, SD Negeri Gulon 2, SMP Negeri 1 Salam, aula Dusun Dangean dan gedung milik warga.
Meski jumlah pengungsi melonjak drastis namun Pemkab Magelang tetap optimistis mampu memenuhi kebutuhan logistis mereka. ’’Berapa pun kebutuhan pengungsi kami siap,’’ kata Eko Triyono.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pusat Syamsul Ma’arif mengatakan siap membantu kebutuhan dana tanggap darurat. Syaratnya, Pemkab Magelang segera mengajukan permintaan bantuan kepada Pemerintah Pusat dan Pemprov.
’’Berapa pun kebutuhan logistik pengungsi harus dipenuhi. Kami siap membantu Pemkab Magelang,’’ kata Syamsul Ma’arif saat mengunjungi pengungsi di Magelang.
Perluasan KRB
BPNB meminta pemerintah daerah yang memiliki daerah di KRB III erupsi Gunung Merapi untuk tidak gegabah meluaskan kawasan rawan bencana. Perluasan perlu dikaji sebab akan memiliki konsekuensi tambahan pengungsi.
Kepala BPNB, Syamsul Ma’arif mengatakan, perluasan KRB memerlukan kajian mendalam sebab diperlukan sarana dan prasarana sehingga tidak bisa langsung diterapkan. Perluasan bergantung pada kesiapan pemerintah daerah untuk mengakomodasi semua keperluan jika nantinya penduduk di KRB tersebut mengungsi.
’’Ada Pemkab yang merasa 10 kilometer KRB kurang dan diperluas menjadi 15 kilometer akibatnya ada tambahan orang,’’ ungkapnya saat mengunjungi posko pengungsian di Desa Keputran, Kecamatan Kemalang, Klaten, Minggu (31/10).
Menurut Syamsul seperti yang terjadi di Kabupaten Magelang ada tambahan sekitar 1.000 jiwa. Tambahan itu meminta konsekuensi sarana dan prasarana harus siap.
Dia mengakui, kondisi Merapi berbeda dengan tahun sebelumnya. Pola aktivitas yang berubah membuat penambahan pengungsi bisa terus terjadi. Namun demikian, penambahan luas KRB tidak bisa hanya berdasar fluktuasi jumlah pengungsi. Namun, hal tersebut perlu dikaji lebih dalam dengan pertimbangan oleh Balai Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) dan Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. (G10,dwi,H66,pr,H33, H34,sgt-35)
2 comments:
Hebat. Saya pingin berguru ke nJenengan berkaitan pengelolaan blog. Semoga jayalah pendidikan kita.
Ok pak saya tunggu lagi kabar dari bapak
Posting Komentar