Al Zaytun Justru Bermanfaat Bagi Islam
JAKARTA, KOMPAS.com — Pondok Pesantren Al Zaytun di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, diakui menggunakan simbol-simbol Negara Islam Indonesia (NII) untuk mencuci otak seseorang menjadi anggota.
Harus dipilah-pilah persoalan itu menjadi tiga entitas. Pertama, soal NII; kedua, Al Zaytun; dan ketiga, soal masyarakat yang tertipu."
-- Mantan Kepala Badan Intelijen Nasional, AM Hendropriyono
Namun,
sebenarnya hal itu bukan untuk kepentingan NII, melainkan membangun dan memperkaya pondok pesantren sebab Al Zaytun kini bukan lagi NII.
Pemerintah justru senang Al Zaytun mencuci otak mereka yang ingin menjadi NII. Oleh sebab itu, pembelokan ideologi NII untuk kepentingan Al Zaytun bukan tanggung jawab pemerintah, melainkan urusan NII.
Adapun tanggung jawab pemerintah, khususnya kepolisian, hanya pemberantasan gagasan pendirian NII yang bertentangan dengan Pancasila, penculikan, serta orang-orang yang merasa dirugikan secara perdata.
Demikian diungkapkan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), AM Hendropriyono, yang dikenal juga sebagai pakar intelijen kepada Kompas di Cipayung, Jakarta, Jumat (6/5/2011).
Selain menjelaskan soal keamanan sekawasan terkait KTT ASEAN, mantan Panglima Kodam Jaya itu juga menyinggung soal NII, Al Zaytun, dan mereka yang dirugikan akibat masalah NII dan Al Zaytun.
"Kalau ada orang NII teriak-teriak, pemerintah harus bertanggung jawab, dan tokoh-tokoh dianggap mereyakasa Al Zaytun. Katanya, buatan Pak Harto (Presiden Soeharto) dan sampai sekarang buatan pemerintah dan di-back up pemerintah, itu salah. Tidak benar. Yang benar adalah dia menggunakan ideologi NII untuk menarik massa sampai dapat duit untuk membangun Al Zaytun," tandas Hendropriyono.
Ia tidak sependapat jika ada pihak yang mendesak Ponpes Al Zaytun harus dihancurkan karena dinilai makar terhadap pemerintah.
"Kalau soal NII-nya makar, ya memang makar. Itu menjadi urusan pemerintah untuk memberantas makarnya. Akan tetapi, bukan Al Zaytun-nya yang harus dihancurkan karena dinilai makar. Karena, di mana, tidak ada urusannya. Sebab, makar-nya Al Zaytun di mana?" tanyanya.
Sebaliknya, lanjut Hendropriyono, Al Zaytun justru memiliki manfaat bagi umat Islam, yaitu karena adanya pengembangan dan pendidikan bagi umat Islam. Kurikulumnya sudah diteliti dari pemerintah ke pemerintah sampai sekarang ini, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia, tambah Hendropriyono.
Ia menepis tuduhan bahwa Ponpes Al Zaytun dibentuk oleh pemerintah. "Karena itu, mulai dari Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, dan pejabat lainnya, termasuk saya pernah datang ke ponpes tersebut untuk menetralisasi. Waktu itu tidak ada ideologi politik yang bertentangan dengan Pancasila," jelas Hendropriyono.
Tentang kemungkinan adanya penipuan di Al Zaytun, Hendropriyono juga menyatakan, "Kalau sumbangan itu dilakukan oleh orang-orang secara sukarela, apa yang salah? Apa ada yang dirugikan?"
Lebih jauh, Hendropriyono menyatakan, sekarang ini persoalan radikalisasi sudah menjadi rancu dan kacau, apalagi dikaitkan dengan Al Zaytun dan NII.
"Masalahnya dicampurbaurkan. Padahal, harus dipilah-pilah persoalan itu menjadi tiga entitas. Pertama, soal NII; kedua, Al Zaytun; dan ketiga, soal masyarakat yang tertipu," katanya lagi. (NMP)
0 comments:
Posting Komentar