Pemilu 2009; Pemilih Mencontreng
Perhelatan Pemilu masih satu tahun lagi digelar, namun hiruk pikuknya sudah mulai menampakkan wujudnya. Partai-partai politik dan para calon anggota legislatif mulai memperkenalkan diri baik melalui iklan di televisi, radio maupun memasang baliho dengan ukuran super jumbo di tempat-tempat strategis di seantero wilayah Indonesia, tentu saja dibumbui slogan-slogan yang cukup menjanjikan.
Sebagai contoh, Sutrisno Bachir dengan Hidup adalah perbuatan, Rizal Malarangeng dengan There Is a will There is a Way, dan lain sebagainya. Inilah wajah demokrasi di Indonesia, demokrasi yang lebih dibumbui oleh syahwat-syahwat kekuasaan.
Semuanya bertujuan mencari simpati dan berharap para calon pemilih nantinya memilih partai dan para calon anggota legislatif tersebut.
Di tengah-tengah hiruk-pikuk partai dan para calon anggota legislatif untuk menarik simpati dari para calon pemilih, muncul sebuah fenomena baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Bukan berasal dari partai politik seperti konflik di PKB, akan tetapi pada
KPU.
Setidaknya dalam satu bulan ini, sudah ada dua keputusan yang mungkin bisa dikatakan sebagai kelebihan dari para anggota KPU. Yang pertama adalah adanya rencana kunjungan KPU ke berbagai negara di dunia dengan tujuan mencari format terbaik pelaksanaan Pemilu. Dan yang kedua, keputusan dalam proses pemilihan umum; yang tadinya dengan cara mencoblos pada gambar dan nama calon anggota legislatif, sekarang diganti dengan cara mencontreng atau dengan memberikan tanda conteng pada gambar dan nama calon anggota legislatif.
Pertanyaannya sekarang, perlukah anggota KPU melakukan kunjungan ke luar negeri melihat kondisi negara yang seperti ini? Hal ini perlu dipertanyakan sebab perhelatan Pemilu tinggal dalam hitungan hari, sehingga membutuhkan banyak sekali persiapan, sosialisasi dan lain sebagainya. Namun mengapa mereka memilih ke luar negeri.
Belum tentu juga negara-negara yang dikunjungi memiliki sistem demokrasinya lebih bagus daripada di Indonesia. Seandainya memang lebih bagus, kunjungan tersebut ada manfaatnya. Namun apabila kehidupan demokrasi di negara yang akan dikunjungi tersebut malah lebih rendah, ini berarti pemborosan!
Mencontreng
Fenomena kedua yang perlu ditanggapi adalah keputusan KPU untuk menggunakan teknik mencontreng dalam proses Pemilu. Keputusan tersebut dianggap terlalu gegabah sebab dengan teknik mencoblos saja banyak sekali kartu suara yang dianggap tidak sah. Padahal prosesnya sangat mudah para pemilih datang langsung ke TPS, buka surat suara kemudian mencoblos pilihannya. Begitu mudah dan sederhana, namun tingkat kesalahan yang terjadi ternyata masih banyak sekali terjadi.
Lantas apa yang akan terjadi seandainya keputusan untuk mencontreng tetap diberlakukan dalam proses Pemilu tahun depan? Proses mencontreng masih merupakan cara baru, sehingga masih diperlukan sosialisasi kepada masyarakat umum secara jelas. Sebab pada prakteknya nanti tidak akan mudah mengubah tradisi masyarakat yang sudah mendarah daging menjadi tradisi atau cara baru seperti yang diharapkan KPU.
Sekarang ini memang masih dalam era reformasi, akan tetapi sepertinya reformasi yang kita lakukan dinegeri yang kita cintai bersama ini memang sudah salah arah dan salah kaprah. Yang jelek tidak segera diakhiri akan tetapi hal-hal yang telah dianggap baik dan sudah menjadi tradisi dalam masyarakat malah dipaksa untuk berubah dengan berbagai macam dalih.
Alangkah bijak apabila KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu mengkaji kembali keputusan-keputusan tersebut. Jangan sampai rakyat nantinya kecewa dan marah sebagai akibat gagalnya kerja anggota KPU dengan harapan partisipasi rakyat dalam kehidupan bernegara khususnya dalam proses Pemilu masih dapat terjaga.
0 comments:
Posting Komentar