SBY, Merajut Kembali Kepercayaan Rakyat
Kamis, 28 Januari 2010 merupakan hari yang berbeda dari hari-hari yang lainnya bagi masyarakat Indonesia, sebab pada hari tersebut merupakan hari ke-100 pemerintahan SBY-Budiyono atau Kabinet Indonesia Jilid II. Tidak hanya tokoh-tokoh politik, masyarakat maupun mahasiswa di ibukota Jakarta yang melakukan demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi bahwa SBY-Budiyono harus turun dari jabatannya karena dinilai telah gagal memimpin negeri ini, namun...
hampir diseluruh wilayah Indonesia melakukan kegiatan yang serupa.
Benarkah keberhasilan seorang pemimpin Negara hanya diukur 100 hari?. Parameter apakah yang digunakan untuk mengukur keberhasilan tersebut? Apakah bila seratus hari pertama tersebut program yang dicanangkan pemerintah belum berhasil maka sudah dikatakan bahwa pemerintahan yang seyogyanya memimpin negeri ini selama 5 tahun kedepan dinilai gagal? Dan mampukah pemerintahan KIB II ini dapat melanjutkan amanat rakyat yang dibebankan kepadanya?
Kepercayaan Menurun
Rakyat tetap turun kejalan, itulah yang terjadi, meskipun tidak seheboh peristiwa Mei 1998 namun fenomena turun ke jalan yang hampir merata diseluruh Indonesia merupakan askumulasi dari kekecewaan rakyat kepada pemerintahan saat ini. Mengapa rakyat turun kejalan?
Pada masa pemerintahan 5 tahun sebelumnya, fenomena program kerja 100 hari sepertinya bukan menjadi asumsi politik publik, namun keadaan tersebut berubah setelah SBY naik kembali keposisi RI 1 untuk yang kali kedua. Benarkah kepercayaan rakyat benar-benar telah turun atau hanya sebagian dari masyarakat saja yang tidak puas dengan kinerja presiden atau memang dari awal mereka sudah kecewa karena yang memimpin negeri ini adalah SBY?
Dilihat dari sisi psikologi masyarakat, apa yang terjadi pada kamis 28 Januari 2010 merupakan sebuah kewajaran, rakyat kecewa dengan kinerja pemerintah meskipun pemerintah sudah mengklaim beberapa keberhasilannya dalam program kerja 100 hari pertama tersebut. Dimulai dari penegakan hukum yang dirasakan masih berat sebelah, masih tebang pilih dan masih setengah-setengah, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang tidak kunjung tercapai, fenomena makelar kasus, kasus KPK, dan yang terakhir kasus Bank Century yang disinyalir melibatkan beberapa pejabat negara yang sampai saat ini belum selesai.
Bahkan di saat rakyat sedang merasakan kepedihan, ketika masih banyak rakyat yang kelaparan justru pemerintah mengalokasikan dana yang tidak kecil untuk pengadaan mobil dinas para pejabat negara dengan harga yang cukup besar. Itulah raport merah dari 100 hari pertama pemerintahan SBY-Budiyono, sehingga kepercayaan masyarakat bisa dikatakan benar-benar menurun. Sudah seharusnya pemerintah dapat mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut, sebab sangat disayangkan apabila kekecewaan rayat tersebut terakumulasikan kepada hal yang negatif sehingga menjadi bola panas yang siap membakar semua ketenangan dan kedamaian masyarakat itu sendiri.
Ketegasan Presiden
Simpang siur dalam kasus Century yang dari awal memang lebih kepada skenario untuk menjatuhkan wibawa pemerintah dan salah satu partai yang berkuasa saat ini membuat pemerintah khususnya SBY sebagai presiden pantas was-was dengan keadaan politik disekitarnya. Isu pemakzulan presiden dari jabatannya karena dinilai gagal atau karena terbukti telah melanggar hukum sesuai dengan UUD 1945 telah dijadikan alat politik para tokoh politik yang berseberangan dengannya.
Sebenarnya ketakutan presiden tersebut adalah sebuah kewajaran, sebab berdasarkan sejarah beberapa presiden turun dari jabatannya karena serangan dari para lawan politiknya bukan karena kegagalan atau kesalahan yang dapat dibuktikan didepan hukum, akan tetapi lebih kepada alasan karena haus akan kekuasaan.
Langkah presiden untuk menegaskan kembali sistem pemerintahan presidensiil diberbagai forum pertemuan merupakan agenda yang dapat terus dilakukan oleh pemerintah untuk mengangkat dan merajut kembali kepercayaan rakyat. Sistem presidensiil yang dimaksud adalah sistem pemerintahan yang dikepalai oleh presiden dan menteri-menteri bertanggungjawab kepada presiden. Dalam sistem presidensiil yang murni, antara eksekutif (presiden) dan legislatif (DPR) tidak terdapat hubungan yang erat sebagaimana yang terjadi dalam sistem pemerintahan parlementer. Jadi dalam sistem ini, Presiden dan DPR tidak dapat saling mempengaruhi.
Namun, karena sistem yang digunakan oleh Negara Indonesia adalah penerapan Trias Politika yang tidak murni, maka masih ada celah bagi DPR untuk memakzulkan Presiden, sebagai contoh bila Presiden RI melanggar Konstitusi (UUD 1945), ia dapat diberhentikan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 7A. Sehingga kedudukan presiden tidak serta merta aman dari goyangan politik setiap saat dan presiden pantas memperjuangkan posisi politisnya tersebut.
Ketegasan seorang presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan memang dibutuhkan. Bukan saatnya lagi bagi seorang presiden untuk tebar pesona tetapi lebih kepada bukti nyata, yaitu kinerja yang benar-benar diharapkan oleh masyarakat Indonesia. Ada saatnya memang seorang presiden bermanis-manis dengan tegur sapanya, namun ada pula saatnya dimana presiden harus tegas agar kedudukannya benar-benar dihormati, dijaga kewibawaanya dari perilaku sekelompok orang yang ingin menarik keuntungan atau mencari popularitas sesaat saja.
Terlalu Dini
Terlalu dini, itu mungkin salah satu jawaban yang pantas diberikan untuk menilai keberhasilan pemerintah saat ini. Sebab merubah keadaan negara dengan berbagai macam permasalahan yang kompleks tidak mudah seperti memutarbalikkan telapak tangan. Kepercayaan rakyat boleh menurun, namun pemerintahan yang dipilih secara demokratis oleh rakyat tidak boleh berhenti dan patah arang untuk membuktikan keberhasilan-keberhasilannya dikemudian hari. Rakyat boleh berdemonstrasi setiap hari dengan tujuan untuk mengkritisi kinerja pemerintah di berbagai bidang yang tentu saja harus sesuai dengan mekanisme penyampaian pendapat yang telah diatur oleh undang-undang.
Pemerintahan SBY-Budiyono adalah pemerintahan yang merupakan hasil dari pemilihan secara langsung oleh rakyat Indonesia, sehingga apapun kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan ini harus dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya kepada rakyar Indonesia. Bila program kerja 100 hari telah dinilai gagal oleh sebagian masyarakat, maka satu tahun kedepan atau lima tahun kepemimpinan SBY-Budiyono harus bisa merajut kembali kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat kepadanya. Rakyat Indonesia tentu berharap pemerintahan SBY-Budiyono dapat diterima tidak hanya oleh golongan pemilihnya saja, tetapi benar-benar menjadi presiden dan wakil presiden bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan semoga peristiwa 28 Januari 2010 bisa menjadi salah satu sarana pembelajaran politik bagi pendewasaan politik masyarakat Indonesia!.
0 comments:
Posting Komentar