Tafsir Keliru Misi Suci Teroris
- Oleh Ismatillah A Nu’ad
Nama baru pun muncul, setelah Densus 88 menewaskan teroris kakap seperti...Dr Azahari, Noordin M Top, Syaifudin Zuhri, dan Dulmatin, maka kini ada Mustofa alias Abu Tholut yang menurut pengakuan Nasir Abas, mantan pemimpin Jamaah Islamiyah (JI), ia adalah alumnus jihadis di Afghanistan, Mindanao, dan Poso.
Kepiawaiannya membuat huru-hara teror tak disangsikan lagi, ia ahli rekrutmen dan mampu menyusupkan ideologi jihadis pada anggota baru. Perampok Bank CIMB Medan yang telah tertangkap mengaku merupakan bagian dari jaringan terorisme yang sama dengan di Aceh dan Jawa Barat. Mereka berada di bawah kendali Abu Tholut yang sekarang buron.
Kini nama dan track record Abu Tholut santer dibicarakan di media massa sebagai gembong baru teroris. Abu Tholut bukan orang baru karena pernah dijatuhi vonis 8 tahun penjara, namun mendapat remisi 4 tahun. Munculnya nama dia segera membuktikan bahwa teroris belum ”mati” di negeri ini setelah tewasnya Noordin M Top dan kawan-kawan.
Yang menjadi pertanyaan, apa sebenarnya tujuan dan cita-cita teroris? Bruce Hoffman dalam Inside Terrorism (2009) menjawab perihal agenda kaum teroris yang kira-kira mulai muncul dan popular semenjak peristiwa 11 September 2001 di AS. Dalam karyanya, Bruce Hoffman tak hanya menjelaskan soal definisi, organisasi, teknologi yang digunakan kaum teroris dan peristiwa-peristiwa yang melibatkan aksi terorisme yang berjubah fundamentalisme keagamaan, tetapi juga mengurai ”misi suci” kaum teroris.
Wajah Islam Bruce menjelaskan, bahwa terorisme jenis ini bersifat global atau transnasionalis, mereka berani melakukan aksi-aksi bom bunuh diri demi mencapai tujuan sucinya. Penyebab dasarnya adalah, adanya interaksi penetrasi serta penjajahan Barat atas hampir seluruh wilayah muslim dalam masa modern yang tidak hanya menyebabkan disintergrasi politik muslim, tetapi juga memunculkan pergumulan yang sangat intens di kalangan muslim sendiri, utamanya kaum fundamentalis. Superioritas Barat, selain memunculkan gerakan pembaruan Islam di satu sisi, di sisi lain memunculkan gelombang fundamentalisme Islam yang kemudian melakukan aksi-aksi terorisme.
Itulah sebabnya, agenda terorisme berdalih keagamaan salah satunya ingin menghancurkan aset-aset yang diindikasi milik Barat, dan ingin menciptakan stigma kengerian terhadap Barat supaya hengkang dari negeri-negeri muslim. Karena itu, jika melihat rentetan kejadian aksi bom bunuh diri dan teror yang terjadi khususnya di Indonesia, dilakukan di tempat-tempat yang diindikasi aset milik Barat, seperti JW Marriott, Ritz-Carlton, McDonald, kafe atau klub seperti terjadi di Legian Bali dan masih banyak lagi aset lainnya.
Bagi kaum fundamentalis yang melakukan aksi teror bom, aset Barat seperti itu ditengarai menghasilkan devisa yang banyak untuk kemudian disumbangkan sebagian untuk memerangi kaum muslim seperti di Irak, Afghanistan, Palestina, Muslim Moro, Pattaya dan sebagainya.
Islam memang memiliki potensi untuk melahirkan pluralitas kebenaran atau istilah lainnya, Alquran melahirkan double discourse. Menurut Ashgar Ali-Engineer (1999), pemikir muslim liberal dari India, penafsiran yang beragam terhadap Islam adalah sesuatu yang inheren, itu bisa terjadi karena teks-teks Alquran sangat kaya serta bisa didekati dengan berbagai cara, termasuk saat kaum fundamentalis mengartikan teror sebagai tindakan jihad. Kaum fundamentalis yang menganggap teror sebagai jihad, menganggap Barat sebagai musuh bukan sebagai mitra dialog. Itulah tantangan bagi dunia Islam, bagaimana mengembalikan wajah Islam yang ramah dan toleran. (10)
— Ismatillah A Nu’ad, associate peneliti Pusat Studi Islam dan Keagamaan Universitas Paramadina Jakarta
0 comments:
Posting Komentar