MPR Dinilai Keliru Amandemen UUD 1945
VIVAnews - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang telah melakukan empat kali amandemen Undang-undang Dasar 1945 dinilai telah melanggar nilai-nilai dasar perjuangan bangsa. Akibatnya dari perubahan itu, pembangunan tak dapat dirasakan maksimal.
Hal ini disampaikan Pembina Komite Restorasi Indonesia (KORI) Dimyati Hartono dalam dialog UUD 1945 di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 7 Maret 2011. “Amandemen yang dilakukan MPR pada 1999, 2000, 2001, dan 2002 telah berdampak pada
ditinggalkannya faktor historis yang dimiliki bangsa ini,” kata Dimyati.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Diponegoro ini mengatakan, perubahan UUD 1945 telah menghapus bagian penjelasan UUD 1945 yang merupakan sistem konstitusi asli. “Dengan dihapusnya penjelasan ini maka korelasi historis, filosofis, ideologis, dan konsepsi nasional di bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dan pertahanan menjadi berantakan,” ujarnya.
Yang lebih mengherankan, kata Dimyati, sikap MPR yang melakukan amandemen dalam bentuk adendum. Menurutnya, perubahan yang seperti itu dapat diartikan bahwa hasil perubahan lansung ditempelkan dan melekat pada yang aslinya. Akan tetapi yang asli sudah dirusak. “Adendum itu membuat perubahan yang ditempelkan melekat pada yang asli," katanya.
Artinya, MPR ini tidak konsisten dengan keputusannya sendiri. "Nah inilah sumber permasalahan di negara kita saat ini,” katanya.
Akibatnya, semua pembangunan menjadi stagnan dan hanya dirasakan sekelompok orang saja. “Kemajuan hanya dirasakan pada mereka bisa memanfaatkan kekuasaan dan memanfaatkan fasilitas negara," katanya. "Sebab orientasi negara tak lagi pada kesejahteraan rakyat.”
Menyikapi kondisi tersebut, Dimyati mengusulkan harus segera dilakukan perbaikan-perbaikan pada sistem konstitusi secara menyeluruh dan tidak bisa sebagian saja. “Negara ini tidak bisa dibetulkan secara parsial, harus fundamental, yaitu melalui restorasi terhadap amandemen UUD 45,” katanya. (eh)
• VIVAnews
0 comments:
Posting Komentar