Apakah HUKUM itu Ilmu?
Tidak mudah memang untuk menjawab pertanyaan ini, tetapi bukan berarti
kita tidak boleh mengartikan bahwa hukum itu adalah ilmu atau sebaliknya. Berikut
ini, penulis berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan alasan-alasan dasar yang akan dimulai
dari pengertian ilmu, dan kemudian penjabaran hukum, dan kemudian penggabungan
antara ilmu dan hukum (ilmu hukum). Ilmu adalah...
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa
penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.
Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang
telah ada lebih dahulu.
1.
Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang
terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya
dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya.
Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara
tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif
berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2.
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran.
Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara
umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada
metode ilmiah.
3.
Sistematis.
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu
yang ketiga.
4.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah
kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua
segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat.
Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan
manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu
sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Lantas apakah hukum itu? Dalam pembagian keilmuan menurut UNESCO, hukum
dimasukkan dalam ilmu-ilmu humaniora. Pengertian hukum mengandung arti yang sangat luas, yang
bisa dilihat dari berbagai sudut pandang dalam berbagai aspek kehidupan untuk
definisi hukum ini. Maka dari itu, hal inilah yang membuat hukum tidak memiliki
keseragaman arti yang bisa berbeda pada berbagai keadaan. Pada kehidupan
sehari-hari, ketika mendengar kata hukum yang ada di benak kita adalah sebuah
ganjaran yang diberikan karena kesalahan yang dilakukan karena berdampak kepada
orang lain. Definisi hukum tidak jauh dari pemikiran tersebut, yang mengacu
pada tindak-tanduk manusia sebagai makhluk sosial.
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat
dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,
keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.Hukum memiliki tugas untuk menjamin
bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat
berhak untuk memperoleh pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai
sebuah peraturan atau ketetapan/ ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak
tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang
yang melanggar hukum. Berikut ini beberapa pengertian hukum menurut pendapat
tokoh:
1.
Menurut E. utrectht
“Hukum
adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata
tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat
dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari
masyarakat itu.” E. Utrecht mengartikan
keberadaan hukum yaitu, “hukum
sebagai alat daripada penguasa yang dapat memberi atau memaksakan sanksi
terhadap pelanggar hukum karena dalam penegakan hukum jika terjadi pelanggaran menjadi monopoli
penguasa.”
2.
Satjipto Raharjo
Pengertian
hukum tersebut dibahas dari perspektif filsafati dan bersifat normatif
yang dilahirkan dari kehendak manusia atau masyarakat untuk menciptakan keadilan.
“Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-petunjuk
tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang
bagaimana seharusnya masyarakat dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena
itu pertama-tama, hukum mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh
masyarakat tempat hukum diciptakan. Ide-ide tersebut berupa ide mengenai
keadilan.”
Dari pengertian ilmu tentang dasar sesuatu dapat disebut ilmu
dan pendapat tokoh tentang hukum diatas, penulis berusaha menjawab pertanyaan
awal apakah hukum itu ilmu? Sebelumnya ada beberapa pendapat para ahli yang
menolak tentang hukum itu ilmu:
Hukum menurut Gabriel Marcelly, hukum itu adalah misteri
(gelap) karena berbicara hukum selalu terbatas pada ruang dan waktu, dengan
demikian hukum bukanlah ilmu. Selanjutnya, menurut Von Kireman menyatakan bahwa
hukum bukanlah ilmu, karena objek dari ilmu hukum adalah hukum positif. Dimana di
dalam hukum positif secara a priori, kita dipaksa untuk mentaatinya, sedangkan
dalam ilmu pengetahuan orang memiliki kebebasan untuk mempelajarinya.
Dari dua pendapat ahli tersebut, penulis sangat setuju untuk
menjawab bahwa hukum memang bukan ilmu. Syarat ilmu yang harus dipebuhi oleh
sesuatu pengetahuan yang dianggap ilmu tidak terpenuhi oleh hukum. Tetapi hukum
adalah aturan yang dibuat, dipaksakan untuk ditaati (pragmatis). Hukum berlaku
mutlak, tidak ada penolakan dan harus dilaksanakan oleh siapa pun yang berada
dalam ruang di mana hukum itu diberlakukan.
Hukum
disebut ilmu bila menunjukkan aktivitas ilmiahnya yang secara sistematis, yakni
terencana dengan baik, kemudian dapat ditemukan maksud dan pengertiannya
sehingga hasilnya dapat diperdebatkan secara terbuka. Dalam kerangka ini, hukum
memang disusun secara sistematis dan maksud serta pengertiannya dapat
dijelaskan untuk kemudian mendapat kerangka yang lebih baik. Namun,
persoalannya adalah hukum tersajikan dalam berbagai bentuk, yang kemudian bila
dilihat secara kronologis terbentuknya tidak semata-mata secara sistematis
saja, juga keberlakuannya tidak perlu diperdebatkan karena berdampak pada
persoalan tujuan hukum itu sendiri. Persoalan lainnya adalah bahwa adanya hukum
yang berasal dari usaha berpikir manusia untuk mengatur hidup bersama, bilamana
hukum dapat diperdebatkan maka hukum tidak memiliki manfaat.
Jadi,
hukum bukanlah ilmu. Alasannya sederhana saja, yakni bahwa hukum dan ilmu
berada pada konsep yang sangat berbeda, alasan-alasan tersebut adalah:
1.
Bahwa
hukum merupakan usaha-usaha yang ditujukan pada cara mengatur masyarakat,
sehingga memerlukan sikap kepastian dan otoritatif, sehingga tidak perlu diuji
kebenarannya; sementara ilmu merupakan sesuatu yang perlu terus dikaji
kebenarannya sehingga memenuhi aspirasi pemikir-pemikirnya.
2.
Hukum
harus ditaati oleh masyarakat, sehingga tidak perlu dipertanyakan apakah bisa
diterima atau tidak, itu sebabnya masyarakat tunduk pada peraturan yang
diberlakukan; sementara ilmu memiliki sifat keterbukaan, apakah ilmu harus
diterima atau tidak, berdasarkan pada argumen-argumen yang mempertanyakannya.
3.
Hukum
secara umum dikaitkan dengan
aturan hidup manusia dalam masyarakat, sehingga masyarakat harus tunduk pada
aturan tersebut tanpa perlu secara aktif melihat bagaimana hukum dibentuk,
karena sudah tersedia ahlinya; sementara ilmu menunjuk pada suatu proses, yang
berarti identik dengan suatu kegiatan pencarian makna.
Meskipun hukum tidak sama dengan ilmu, tapi
hukum tidak semudah itu dipisahkan dari ilmu. Hal ini karena hukum memerlukan
ilmu untuk mengadakan penerapan-penerapan dalam masyarakat, serta upaya untuk
menyesuaikan hukum dengan perkembangan masyarakat. Hal ini terkait dengan
keberadaan ilmu yang secara ilmiah dapat mengkaji kesahihannya, kemampuan
akomodasinya, serta eksistensinya di dalam masyarakat.
Daftar Bacaan:
Johnson, Alvin S. 1997. Sosiologi Hukum. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta
Sidharta,
B. A. 2000. Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum. Bandung: CV Mandar Maju.
0 comments:
Posting Komentar