PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
a.
Sejarah
Sebelum memahami
mengenai hubungan antara sejarah dengan pendidikan IPS maka perlu pemahaman
mengenai sejarah, pendidikan sejarah, dan pendidikan IPS. Melalui pemahaman
akan kedua hal itu maka akan memudahkan dalam memahami dan menjelaskan hubungan
antara sejarah dan pendidikan IPS.
Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Sejarah diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa yang lampau; ilmu, pengetahuan, cerita, pelajaran
tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau (1952:
646). Masih terkait dengan definisi diatas, sejarah sebagai ilmu dapat diartikan
sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang memiliki seperangkat metode dan teori yang
dipergunak
an untuk meneliti, menganalisa, dan menjelaskan kerangka masa lalu yang dipermasalahkan (Kuntowijoyo, 2001: 61). Kajian dan materi yang terdapat dalam sejarah meliputi hal-hal yang sudah terjadi, proses sejarah dari suatu peristiwa, dan menyangkut persoalan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Materi ini penting untuk menjadi bahan ajar. Mempelajari dan mengkaji gejala serta masalah kehidupan berdasarkan proses sejarahnya, merupakan suatu penelaahan yang dinamis. Melalui penelaahan proses sejarah, murid tidak hanya dibimbing untuk dapat mengerti peristiwa-peristiwa kehidupan pada masa lalu dan masa kini yang sedang dijalani, namun juga untuk belajar memperhitungkan kejadian-kejadian pada masa yang akan datang (Sumaatmadja, 1980:14)
an untuk meneliti, menganalisa, dan menjelaskan kerangka masa lalu yang dipermasalahkan (Kuntowijoyo, 2001: 61). Kajian dan materi yang terdapat dalam sejarah meliputi hal-hal yang sudah terjadi, proses sejarah dari suatu peristiwa, dan menyangkut persoalan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Materi ini penting untuk menjadi bahan ajar. Mempelajari dan mengkaji gejala serta masalah kehidupan berdasarkan proses sejarahnya, merupakan suatu penelaahan yang dinamis. Melalui penelaahan proses sejarah, murid tidak hanya dibimbing untuk dapat mengerti peristiwa-peristiwa kehidupan pada masa lalu dan masa kini yang sedang dijalani, namun juga untuk belajar memperhitungkan kejadian-kejadian pada masa yang akan datang (Sumaatmadja, 1980:14)
Berpijak dari
pemahaman konsep sejarah, maka ada pembedaan antara sejarah sebagai ilmu dengan
sejarah sebagai bahan ajar (pendidikan sejarah). Jika sejarah sebagai ilmu maka
mengacu pada proses kegiatan penulisan sejarah atau penelitian yang menggunakan
metode dan teori. Hal ini berbeda dengan sejarah dalam perspektif pendidikan,
sejarah sebagai pendidikan menyangkut usaha transformasi nilai-nilai yang
berkembang pada generasi terdahulu yang perlu diwariskan pada generasi masa
kini, bukan saja untuk mengintegrasikan individu ke dalam kelompok, tetapi
lebih kepada bekal kekuatan untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan
datang. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yang pada dasarnya ingin
mengembangkan manusia yang berkepribadian, yang sadar akan kewajibannya untuk
mengembangkan diri, bangsa, dan lingkungannya, dan membina hubungan antara
manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, manusia dengan alam dan Tuhan
Yang Maha Esa (Sanjaya, 2010).
Secara harafiah
istilah sejarah berasal dari kata Arab”Syajarah”
yang berarti pohon. Terkait dengan ini muncul istilah “syajarah an-nasab” yang berarti pohon silsilah, yang menyangkut
cerita dan silsilah raja pada masa lampau (Ali, 2005: 1). Konsep tentang
sejarah yang demikian, materinya hanya sekedar menjawab pertanyaan terkait
dengan apa, siapa, dimana, dan kapan. Kondisi ini membuat sejarah menjadi
kurang bermakna dan kurang memiliki manfaat, sehingga wajar jika menjadi materi
yang kurang diminati dan justru menjadi beban pikiran bagi siswa. Untuk itulah,
dalam mengerti sejarah maka haruslah dilanjutkan dengan pertanyaan terkait
dengan mengapa dan bagaimana realita dapat terjadi. Hal ini penting dilakukan
agar realita dalam sejarah menjadi fungsional dan memiliki kebermaknaan dengan
masa kini (Musnir dan Maas, 1999: 4). Hal ini sesuai dengan perspektif sejarah
yaitu melihat masa kini yang tidak dapat terlepas dari masa lalu dan
identitasnya. Bukan berarti semacam vicious
circle (lingkaran setan) dalam sebuah peristiwa kehidupan, namun lebih
kepada dua pandangan yang saling melengkapi. Perspektif sejarah tidak hanya
diperlukan untuk memahami masa kini, namun juga masa depan, jika sejarah
dikerjakan dengan memadai maka akan berguna untuk menentukan jalannya sejarah
(masyarakat) di masa depan (Kartodirdjo, 1993: 41).
Selama ini
pendidikan sejarah masih menggunakan pendekatan lama atau tradisional yang
umumnya bersifat diakronis. Pendekatan diakronis umumnya dianggap statis,
sempit, dan melihat ke dalam. Sejalan dengan kemajuan dalam pendidikan,
penanganan dan pendekatan baru dalam pendidikan sejarah dirasakan sebagai
kebutuhan yang mendesak. Sejarah pendidikan baru tidak cukup dengan cara-cara
diakronis saja, namun perlu mendekatan metodologis yang baru, misalnya saja
seperti pendekatan interdisiplin. Pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi
pendekatan diakronis dengan sinkronis ilmu-ilmu sosial. Jika pendekatan
dilakukan dengan baik maka akan ada dialog hubungan “simbiosis mutualisme”
antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial yang lain (Lela, 2009).
Berkaitan dengan
hal itu menjadi jelas mengenai sejarah sebagai ilmu untuk tujuan dalam
penelitian atau penulisan, dan sejarah sebagai pendidikan. Hal itu memang harus
dipahami dan dibedakan untuk mendapatkan hakekat sejarah dalam Pendidikan IPS.
Hal itu karena IPS adalah mata pelajaran berupa perpaduan mata pelajaran cabang
ilmu sosial, salah satunya sejarah. Sejarah tidak lagi berdiri sendiri sebagai
ilmu, namun lebih kepada pendidikan sejarah.
b.
Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial
Dalam bidang
ilmu pengetahuan sosial (IPS), sering kali ditemui istilah yang terkait dengan
IPS seperti ilmu sosial (Social Sciences),
Studi Sosial (Social Studies), dan
Ilmu Pengetahuan Sosial. Ilmu sosial berbeda dengan IPS, ilmu sosial adalah
bidang-bidang ilmu yang mempelajari manusia di masyarakat, mempelajari manusia
sebagai anggota masyarakat, dan mempelajari tingkah laku manusia di dalam
masyarakat. Tingkah laku manusia di masyarakat menyangkut berbagai aspek,
misalnya aspek ekonomi, aspek sikap mental, aspek budaya, aspek aspek hubungan
sosial, dan lain-lain. Studi khusus tentang aspek-aspek inilah yang kemudian
menghasilkan ilmu sosial, misalnya ilmu politik, ilmu sosiologi, ilmu ekonomi,
ilmu hukum, ilmu antropologi, dan sebagainya. Bidang keilmuan ini lebih
bersifat akademis dan makin tinggi tingkat pendidikannya maka makin ilmiah,
dipelajari di peguruan tinggi Berbeda dengan ilmu sosial, studi sosial bukan
merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan suatu bidang
pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. (Sumaatmadja, 1980: 7-8). Studi sosial tidak terlalu akademis-teoritis,
namun lebih kepada pengetahuan praktis yang dapat diajarkan dari tingkat
Sekolah Dasar sampai dengan Peguruan Tinggi. Dengan demikian, antara studi
sosial dengan IPS tidak ada bedanya atau keduanya sama. Pengajaran IPS lebih
menekankan pada segi praktis, mempelajari, menelaah, mengkaji gejala sosial,
yang bobotnya disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
Studi
sosial pertama kali dikenal di kota Rugby, Inggris (1827), dilatar belakangi
keadaan masyarakat Inggris setengah abad sesudah revolusi Industri. Masyarakat
Inggris mengalami dekadensi moral setelah terjadinya revolusi Industri. Studi
sosial ini menjadi bagian dalam proses humanisasi masyarakat Inggris. Di
Amerika, studi sosial mulai didengungkan di negara bagian Wisconsin
(1861-1865), setelah adanya perang saudara. Para pendidik memikirkan bagaimana
menciptakan harmoni di masyarakat majemuk dan menjadikan penduduk yang multi
ras menjadi merasa satu bangsa, yaitu bangsa Amerika, salah satu caranya adalah
dengan memasukkan studi sosial ke dalam kurikulum. Latar belakang dimasukkannya
IPS dalam bidang studi di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di Inggris dan
Amerika. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dengan situasi kacau,
termasuk dalam bidang pendidikan pada masa akhir 1960an. Pada 1975, pemerintah
kemudian memberlakukan kurikulum yang didalamnya tercantum bidang studi IPS
(Purnama, 2009).
Berkaitang
dengan hal itu, menurut Hamalik, IPS dapat ditafsirkan dari dua segi, yaitu IPS
sebagai mata pelajaran dan IPS sebagai ilmu pengetahuan. IPS sebagai mata
pelajaran bertujuan mengantarkan siswa
mengetahui dan mengenal dunia, maka lebih ditekankan pada fakta-fakta. Berbeda
dengan tafsiran pertama, IPS sebagai ilmu pengetahuan bertujuan untuk membantu
siswa memahami, mengadakan partisipasi, dan membina masyarakat; maka tekanan
yang diberikan adalah pemecahan persoalan-persoalan kehidupan yang nyata.
Tafsiran kedua itu lebih tepat untuk menjelaskan mengenai IPS (Hamalik, 1992:
6).
Berpijak
dari pengertian dan tujuan pembelajaran IPS maka dapat diketahui bahwa
pendidikan IPS bukanlah bidang studi yang berdiri sendiri, melainkan
keterpaduan dari beberapa bidang yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan manusia, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, dan
sejarah (Sumadi dan Japar, 1999: 13). Lebih lanjut, melalui pemahaman mengenai
permasalahan sosial maka IPS akan membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan bermasyarakat baik lingkup lokal,
maupun sebagai warga Negara, dan warga dunia (Musnir dan Maas, 1999: 7).
c.
Hubungan Sejarah
dengan Pendidikan IPS
Proses sejarah yang mengungkapkan
peristiwa-peristiwa kehidupan berdasarkan kurun waktu, merupakan sumber dan
materi berharga dalam pendidikan IPS. Sejarah adalah bagian dari ilmu sosial
yang merupakan bahan materi dan sumber bagi IPS. Ilmu sosial, seperti halnya
sejarah, memberikan sumbangan berupa fakta, konsep, generalisasi (teori)
terhadap IPS untuk kemudian dipilih, diramu, dan dipadukan sebagai bahan
pembelajaran dalam IPS (Soedarsono dan Santoso, 2007: 36).
Proses
pembelajaran dalam setiap bidang studi adalah sama, yaitu kegiatan untuk
membelajarkan atau membuat siswa mau dan mampu belajar. Prinsip itu juga
terdapat dalam pembelajaran sejarah dalam pendidikan IPS. Pembelajaran sejarah
dalam IPS meliputi rancangan pembelajaran sejarah dalam IPS dan pengembangan
pembelajaran sejarah dalam IPS (Munsir dan Maas, 1999: 81).
Dengan demikian,
proses pembelajaran sejarah menjadi bagian dalam proses pembelajaran IPS yang
terpadu. Jika sejarah berdiri sendiri maka akan menjadi kajian tematik, yang
lebih menekankan pada peristiwa secara mendalam (diakronis). Bahasan dalam
sejarah pada model tematik akan membuat pembelajaran sejarah seperti metode
penghafalan mengenai “apa, dimana, kapan, dan siapa” seperti yang selama ini
melekat pada pendidikan sejarah.
Kehadiran
sejarah dalam materi IPS yang diajarkan sejak sekolah dasar, tidak hanya
menjawab persoalan terkait dengan latar belakang suatu peristiwa atau sebagai
bahan pertimbangan dalam mencari solusi suatu persoalan masa depan, namun juga
menjadi model kajian untuk ditelaah dan memberikan informasi nilai-nilai
kebaikan kepada siswa. Informasi sejarah yang kemudian dipadukan dengan ilmu
sosial lain seperti sosiologi, antropologi, geografi, dan politik akan menjadi
lebih utuh, bermakna, dan bermanfaat.
Seorang guru
selain bertugas menyampaikan materi pembelajaran, juga berkewajiban untuk
memupuk nilai-nilai sosial pada siswa agar menjadi pribadi yang berkarakter.
Materi sejarah dalam pendidikan IPS tidak hanya berbicara mengenai pembelajaran
kehidupan suatu masyarakat di masa lalu, namun di dalamnya guru dapat
menyampaikan nilai-nilai luhur yang sudah ada sejak jaman dulu, yang masih
dapat dikaitkan dan digunakan sampai dengan saat ini. Misalnya saja mengenai
kisah perjuangan Cut Nyak Dien, didalamnya terkandung nilai mengenai rela
berkorban dan perjuangan (pantang menyerah) dalam mendapatkan sesuatu. Oleh
karena itu, menjadi hal yang tidak terpisahkan antara materi berupa fakta,
konsep, dan generalisasi dalam sejarah dengan pendidikan IPS.
B.
Pendidikan IPS
dalam Perspektif Sejarah
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa IPS dan sejarah memiliki hubungan yang erat satu dengan yang
lain. Sejarah menyediakan fakta, konsep, generalisasi (teori) kepada IPS untuk
digunakan sebagai materi dalam pembelajaran IPS. Bahan yang sudah ada dalam
sejarah kemudian di ramu, dipilih, dan dipadukan dengan bahan dari ilmu sosial
lain dalam pembelajaran IPS. Persoalan lain yang kemudian muncul adalah
bagaimana IPS dalam pandangan sejarah atau dengan kata lain, jika materi sejarah
juga terdapat dalam pendidikan IPS lalu bagaimana sudut pandang sejarah
terhadap pendidikan IPS.
Dalam perspektif
sejarah dikenal dengan adanya tiga dimensi, yaitu masa lampau, masa kini, dan
masa yang akan datang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan
mempelajari sejarah maka akan banyak situasi sekarang yang dapat dijelaskan.
Pengkajian sejarah dapat membantu membuat tidak hanya diagnosa masa kini tetapi
juga prognosisnya (memproyeksikan masa depan). Esensi dari prespektif historis
ini adalah pandangan yang menunjukkan dan mengungkapkan fakta bahwa situasi
masa kini adalah produk dari perkembangan masa lalu. Dalam melihat situasi pada
masa kini harus dapat melihat dan membedakan hal yang lama dengan yang baru,
dilihat dari jarak waktunya (Kartodirdjo, 1993: 37). Konsep “waktu” menjadi
sangat lekat dengan sejarah, hal ini juga menjadi salah satu hal penting yang
ditawarkan sebagai bagian dari materi pendidikan IPS.
Salah satu topik
bahasan dalam IPS adalah mengenai masalah kesinambungan dan perubahan dalam
kerangka waktu (time, continuity, and
change). Topik IPS ini menempatkan siswa untuk memahami peristiwa dalam
perspektif waktu (Musnir dan Maas, 1999: 75). Ketika IPS membahas mengenai
perubahan pola kehidupan masyarakat, maka sejarah mengambil peran dalam
menjelaskan latar belakang dan perubahan pola sesuai dengan urutan waktunya.
Hal ini karena tidak ada kebudayaan dalam masyarakat yang statis atau tidak
mengalami perubahan, maka keterlibatan sejarah dalam menjelaskan perubahan
politik, perubahan ekonomi, perubahan budaya menjadi tidak terelakkan.
Setiap cabang
ilmu sosial memiliki sejumlah konsep utama atau konsep kunci (key concepts). Konsep-konsep itu
merupakan kontribusi yang dapat dipilih sebagai materi pokok dalam pembelajaran
IPS. Konsep kunci ini juga yang ditawarkan sejarah sebagai salah satu materi
kajian dari IPS, konsep-konsep sejarah yang digunakan dalam telaah IPS
misalnya, perubahan, konflik, revolusi, kebangsaan, peradaban, dan eksplorasi.
Selain menawarkan konsep untuk menjadi bahasan dalam IPS, sejarah juga memiliki
kontribusi dalam menyediakan generalisasi yang dapat dikaji dan ditelaah IPS,
meliputi perjuangan manusia memperoleh kemerdekaan dan hak asasi dalam suatu
kurun waktu; sejarah permulaan suatu Negara yang mempunyai pengaruh pada
kebudayaan, tradisi, kepercayaan, sikap, dan cara hidup warganya (Soedarsono
dan Santoso, 2007: 39-40). Jika diperhatikan, maka dalam setiap konsep ataupun
generalisasi yang disajikan oleh sejarah selalu berkaitan dengan waktu, sesuai
dengan perspektif sejarah. IPS yang memadukan berbagai ilmu sosial pun mau
tidak mau juga harus menjelaskan kepada siswa mengenai konsep waktu, meskipun
tidak secara eksplisit. Namun ketika guru membahas persoalan yang terkait
dengan konsep atau generalisasi dalam sejarah maka unsur “waktu” dan “ruang”
tidak dapat dihilangkan, karena itu menjadi bagian dalam menjelaskan suatu
peristiwa atau latar belakang kondisi sosial masyarakat. Dengan demikan, keberadaan
sejarah dalam telaah IPS memang tidak terelakan. IPS membutuhkan materi (fakta,
konsep, generalisasi) dari sejarah untuk menjelaskan persoalan-persoalan
sosial, misalnya mengenai perubahan ekonomi; perubahan budaya; dan perkembangan
ilmu dan teknologi dari suatu masyarakat.
Melalui materi
dan pengungkapan sejarah dalam pembelajaran IPS, akan dapat memupuk aspirasi
anak didik tentang kesenian, kebudayaan, dan kehidupan pada umumnya. Dengan
mempelajari dan mengkaji gejala dan masalah kehidupan berdasarkan proses
sejarahnya, merupakan penelaahan yang dinamis. Penelaahan proses sejarah, tidak
hanya dapat mengerti peristiwa-peristiwa kehidupan masa lalu dan masa kini yang
dialami, namun juga akan mampu memprediksi gejala dan masalah kehidupan masa
yang akan datang. Jika masalah itu bahaya yang akan mengancam kehidupan, maka
akan dapat melakukan usaha untuk mencegahnya, mencari solusi, atau setidaknya
melakukan usaha mengurangi bahaya itu (Sumaatmadja, 1980: 14).
Dengan demikian,
pendidikan IPS sebagai perpaduan dari berbagai ilmu sosial akan menjadi wadah
bagi fakta, konsep, dan generalisasi sejarah untuk kemudian ditelaah dan
dikaji, dengan tidak mengesampingkan konsep “ruang” dan “waktu” yang telah
menjadi frame dari suatu penjelasan
sejarah. Sejarah dalam pembelajaran IPS akan memberikan output yang baik dalam perkembangan siswa, seperti tumbuhnya rasa
nasionalisme, sikap patriotik, dan sikap rela berkorban.
KESIMPULAN
Dari pemaparan
di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bidang studi IPS bukanlah bidang
studi yang berdiri sendiri, melainkan keterpaduan dari beberapa bidang yang
mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia, seperti sosiologi,
antropologi, ekonomi, politik, dan sejarah. Oleh karena itu dalam
pelaksanaannya maka antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya saling
kait mengkait. Tidak ada bidang ilmu yang lebih diistimewakan atau di utamakan
daripada bidang ilmu yang lain, semuanya sama yaitu saling melengkapi.
Apabila kita
membicarakan materi pelajaran dengan latar belakang ilmu sosiologi, ekonomi,
sejarah atau geografi maka dibutuhkan perspektif dari ilmu lain yang
mendukungnya. Ketika membicarakan sosiologi maka sudut pandang sejarah,
geografi dan ekonomi masuk di dalamnya. Begitu pula dengan materi pelajaran
yang lainnya.
Perspektif
sejarah atau sudut pandang sejarah dibutuhkan dalam rangka melengkapi informasi
dari induk mata pelajaran lainnya. Perspektif sejarah dibutuhkan karena materi
apapun yang ada kaitannya dengan ekonomi, sosiologi, geografi maupun sejarah
itu sendiri senantiasa dalam ruang dan waktu yang merupakan cakupan utama
pelajaran sejarah. Esensi dari prespektif historis ini adalah pandangan yang
menunjukkan dan mengungkapkan fakta bahwa situasi masa kini adalah produk dari
perkembangan masa lalu.
Adanya tiga
dimensi, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam
perpektif sejarah dapat mengarahkan siswa bahwa dengan mempelajari sejarah maka
akan banyak situasi yang terjadi pada masa sekarang dapat dijelaskan dengan
gambling, jelas dan tidak menimbulkan keraguan. Pengkajian sejarah dapat
membantu siswa dalam membuat tidak hanya diagnosa masa kini tetapi juga
prognosisnya (memproyeksikan masa depan).
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah
Indonesia. Jogjakarta: LKiS Pelangi Aksara.
Hamalik,
Oemar. 1992. Studi Ilmu Pengetahuan
Sosial. Bandung: Mandar Maju.
Kartodirdjo,
Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial
Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kuntowijoyo.
2001. Pengantar Ilmu Sejarah.
Jogjakarta: Bentang Budaya.
Musnir, Diana Nomida dan Maas DP. 1999. Ilmu Sejarah Dalam Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Poerwadaminta,
WJS. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Purnama.
2009. “Pendidikan IPS: Sejarah Singkat”.http://abahfina.word press.com.
Sanjaya,
Adi. 2010.”Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan”.http://adisanjaya
24.blogspot.com.
Soedarsono dan Apik Budi Santoso. 2007. Pendidikan Ilmu Sosial. Semarang: UNNES.
Sumaatmadja, Nursid. 1980. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS). Bandung: Alumni.
Sumadi, Tjipto dan
Japar. 1999. Pengajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
0 comments:
Posting Komentar