Prahara 1998, Awal Mula Reformasi di Indonesia
Huru-hara bulan Mei 1998 merupakan peristiwa bersejarah yang
membawa Indonesia pada babak baru perjalanan bangsa. Peristiwa ini tak dapat
dipisahkan dari rangkaian krisis moneter yang telah berlangsung sejak juli 1997
dimulai dari Thailand dan menyebar kebeberapa Negara lain termasuk di Indonesia
dan Korea Selatan.
Krisis moneter tersebut berkembang menjadi krisis politik di dalam
negeri. Kepercayaan rakyat yang tadinya seratus persen kepada pemerintah mendadak menjadi perlawanan yang mengerikan.
Di berbagai wilayah NKRI bergolak. Mahasiswa dan rakyat bersatu menuntut pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto turun saat itu juga. Mahasiswa dan segenap civitas akademika diberbagai universitas di Indonesia tidak mau ketinggalan. Demonstrasi besar-besaran digelar diberbagai penjuru tanah air. Demonstrasi yang dimulai sejak bulan Pebruari 1998, semakin berani marak dan berani dengan tuntutan agar harga-harga diturunkan dan agenda reformasi segera dilaksanakan.
Di berbagai wilayah NKRI bergolak. Mahasiswa dan rakyat bersatu menuntut pemerintahan yang dipimpin oleh Soeharto turun saat itu juga. Mahasiswa dan segenap civitas akademika diberbagai universitas di Indonesia tidak mau ketinggalan. Demonstrasi besar-besaran digelar diberbagai penjuru tanah air. Demonstrasi yang dimulai sejak bulan Pebruari 1998, semakin berani marak dan berani dengan tuntutan agar harga-harga diturunkan dan agenda reformasi segera dilaksanakan.
Puncak dari demonstrasi tersebut adalah terbunuhnya empat mahasiswa
Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 karena peluru petugas. Kerusuhan
tidak dapat dihindari sebagai akibat dari terbunuhnya agen-agen perubahan
tersebut dan pada puncaknya 13, 14 dan 15 Mei 1998 meletuslah kerusuhan masal
di Jakarta yang disusul kerusuhan di daerah-daerah lain di Indonesia.
Penjarahan dan pembakaran
berbagai fasilitas umum terjadi dimana-mana, pembunuhan yang disertai tindakan
yang biadab seperti pemerkosaan terhadap etnis tertentu terjadi diberbagai
daerah. Keadaan di ibukota Negara
Jakarta mencekam begitu juga yang terjadi di daerah-daerah seluruh Indonesia.
Salah satu tuntutan yang kemudian muncul pada saat itu adalah turunkan Soeharto
dan adili para kroni-kroninya yang dianggap telah bersalah kepada rakyat.
Kerusuhan yang berlangsung beberapa hari tersebut telah banyak memakan
korban jiwa dan materi. Bila dibandingkan dengan kerusuhan-kerusuhan sebelumnya
kerusuhan Mei 1998 merupakan kerusuhan terburuk yang pernah terjadi di
Indonesia. Dalam kerusuhan tersebut, menurut TPGF, korban meninggal sebanyak
1.217 orang, luka-luka 91 orang, dan hilang 31 orang (Fadli Zon, 2009).
Menghadapi demonstrasi yang bertubi-tubi dan kerusuhan yang tidak
terkendali atas desakan dari berbagai elemen masyarakat termasuk tokoh-tokoh
politik deklarator Ciganjur saat itu seperti Gus Dur, Amien Rais, Megawati
Soekarno Putri, Sultan Hamengkubuwono dan lainnya mendesak Presiden Soeharto
untuk segera turun dari jabatannya guna menghindari kerusuhan yang lebih besar,
Ketua MPR Harmoko yang dua bulan sebelumnya meminta Soeharto untuk kembali
memimpin Republik Indonesia karena alasan bahwa seluruh rakyat Indonesia masih
menginginkan Soeharto untuk memimpin Indonesia, pada saat itu kembali menarik
ucapan bahwa ternyata rakyat Indonesia sudah tidak menginginkan Soeharto untuk
memimpin Indonesia dan mengharap Presiden Soeharto segera lengser keprabon.
Sebenarnya pendukung Soeharto saat itu sangat besar, namun untuk
menghindari adanya korban jiwa dan materi yang semakin banyak, akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 Presiden Soeharto membacakan pidato tentang
pengunduran dirinya dan secara konstitusional memberikan jabatan presiden
kepada Wakil Presiden BJ Habibie untuk
melanjutkan tampuk kekuasaan di Indonesia.
Dari pemerintahan Presiden Habibie inilah kemudian reformasi
digulirkan dengan agenda-agenda perbaikan di berbagai bidang kehidupan beebangsa baik sosial,
politik, ekonomi, pendidikan maupun pertahanan dan keamanan.
0 comments:
Posting Komentar