Sejarah Kolonialisme Spanyol di Indonesia
Ferdinand Magelhaens
adalah tokoh yang
memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan membuktikan
bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis, Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat Malaka. Dari sini penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut
negeri Katolik itu diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar
melalui samudera.
Pada tanggal 20 September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria,
dan Santiago—yang terbesar hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk
Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar kedua, seraya mereka berlayar
menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember, mereka mencapai
Brasil, dan ...
sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan Sugarloaf,
yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah untuk
perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan
ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el
paso, jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara
itu, udara semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada
tanggal 31 Maret 1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim
salju di pelabuhan San Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut kini telah memakan waktu enam kali lebih lama
daripada pelayaran Columbus mengarungi Samudra Atlantik yang pertama
kali—dan belum terlihat satu selat pun! Semangat juang mereka mulai
sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria, termasuk beberapa kapten
serta perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja. Tidaklah
mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang
cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin
pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing di pelabuhan pastilah menarik perhatian
penduduk lokal yang kuat—dan berbadan besar. Merasa seperti orang kerdil
dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini, para pengunjung tersebut
menyebut daratan itu Patagonia—dari kata Spanyol yang berarti "kaki
besar"—hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala laut sebesar
anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di bawah
air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak
lain tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub cenderung mengalami badai yang ganas secara
tiba-tiba, dan sebelum musim dingin berakhir, armada itu mengalami
korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun, untunglah para awaknya
dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah itu, keempat kapal
yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang terpukul di
tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat
tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga tanggal
21 Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata
terpaku pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya,
mereka berbalik dan memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat
Magelhaens! Namun, bahkan momen kemenangan ini ternoda. San Antonio
dengan sengaja menghilang di tengah jaringan rumit selat itu dan kembali
ke Spanyol.
Ketiga kapal yang masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di
antara tebing-tebing berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati
selat yang berkelok-kelok itu. Merek mengamati begitu banyaknya api di
sebelah selatan, kemungkinan dari perkemahan orang Indian, jadi mereka
menyebut daratan itu Tierra del Fuego, “Tanah Api”.
Tiba di Pilipina Magelhaens mengajak para penduduk lokal dan pimpinan
mereka untuk memeluk agama Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi
bencana, dimana kemudian ia terlibat dalam pertikaian antarsuku. Hanya
dengan dibantu kekuatan 60 pria, ia menyerang sekitar 1.500 penduduk
pribumi, dengan keyakinan bahwa meskipun harus melawan senapan busur,
senapan kuno, namun Tuhan akan menjamin kemenangannya. Akan tetapi yang
terjadi adalah Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas. Magelhaens
pada saat itu berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap,
'Mereka membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati
kita'. Beberapa hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan
dari kapal mereka, dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya
bersahabat.
Dikarenakan jumlah awak kapal yang tersisa hanya sedikit, sehingga tidak
mungkin untuk berlayar menggunakan tiga kapal, mereka kemudian
menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih
tersisa, Trinidad dan Victoria ke tujuan terakhir mereka, yaitu
kepulauan Rempah. Setelah ke 2 kapal tersebut diisi penuh dengan
rempah-rempah, kemudian kedua kapal itu kembali berlayar secara
terpisah. Akan tetapi salah satu dari ke 2 kapal tersebut,Trinidad
tertangkap oleh Portugis dan kemudian awak kapalnya dipenjarakan.
Namun, Victoria, di bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián
de Elcano, luput. Sambil menghindari semua pelabuhan kecuali satu,
mereka mengambil risiko melewati rute Portugal mengelilingi Tanjung
Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi perbekalan merupakan
strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai Spanyol pada
tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan mereka—hanya 18
pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun
demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang
berlayar mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi
pahlawan. Sungguh suatu hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria
seberat 26 ton menutup ongkos seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan
setelah menyelesaikan perjalanan mengelilingi dunia yang pertama kali,
hanya 18 orang laki-laki dari 237 laki-laki yang berada di kapal pada
awal keberangkatan. Di antara yang selamat, terdapat dua orang Itali,
Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino de Judicibus (bahasa
Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1] yang bertindak
sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan pada
perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan
Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan dalam
pendaftaran nominatif pada Archivo General de Indias di Seville,
Spanyol. Nama keluarga ini disebut dengan patronimik Latin yang tepat,
yakni: "de Judicibus". Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel
Concepción, satu dari lima armada Spanyol milik Magellan. Martino de
Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar kapten. (baca selengkapnya
dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di Indonesia" oleh David DS
Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau
Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari
pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara
melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk
pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang
kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras,
damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena
kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang
berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu
di- bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang
memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia
oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi
daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat
pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan
gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan
dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan
berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat
pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan
Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan
niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak
memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu Portugis melakukan
pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan Minahasa pada 1563
dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu Pengaruh di
Laut Sulawesi
Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan
Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh
pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol
dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang
menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke
Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo.
Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di
Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia
ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari
Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang
Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora
Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en
hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan
Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan
besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore
lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui
Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para
budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu
bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang
dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah
ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai
Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputan abad
ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah
itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman.
Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para
pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan
tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
Spanyol di Indonesia
Awak kapal Trinidad yang ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan
kemudian dengan bantuan pelaut Minahasa dan Babontewu dari kerajaan
Manado mereka dapat meloloskan diri. Ke 12 pelaut ini kemudian berdiam
dipedalaman Minahasa, ke Amurang terus ke Pontak, kemudian setelah
beberapa tahun mereka dapat melakukan kontak kembali dengan armada
Spanyol yang telah kembali ke Pilipina. 1522 Spanyol memulai kolonisasi
di Sulawesi Utara 1560 Spanyol mendirikan pos di Manado
Minahasa memegang peranan sebagai lumbung beras bagi Spanyol ketika melakukan usaha penguasaan total terhadap Filipina.
Pada tahun 1550 Spanyol telah mendirikan benteng di Wenang dengan
cara menipu Kepala Walak Lolong Lasut menggunakan kulit sapi dari
Benggala India yang dibawa Portugis ke Minahasa. Tanah seluas kulit sapi
yang dimaksud spanyol adalah tanah seluas tali yang dibuat dari kulit
sapi itu. Spanyol kemudian menggunakan orang Mongodouw untuk menduduki
benteng Portugis di Amurang pada tahun 1550-an sehingga akhirnya Spanyol
dapat menduduki Minahasa. Dan Dotu Kepala Walak (Kepala Negara) Lolong
Lasut punya anak buah Tonaas Wuri' Muda.
Nama Kema dikaitkan dengan pembangunan pangkalan militer Spanyol ketika
Bartholomeo de Soisa mendarat pada 1651 dan mendirikan pelabuhan di
daerah yang disebutnya ‘La Quimas.’ Penduduk setempat mengenal daerah
ini dengan nama ‘Maadon’ atau juga ‘Kawuudan.’ Letak benteng Spanyol
berada di muara sungai Kema, yang disebut oleh Belanda, "Spanyaardsgat, "
atau Liang Spanyol.
Dr. J.G.F. Riedel menyebutkan bahwa armada Spanyol sudah mendarat di
Kema tepat 100 tahun sebelumnya.Kema berkembang sebagai ibu negeri
Pakasaan Tonsea sejak era pemerintahan Xaverius Dotulong, setelah
taranak-taranak Tonsea mulai meninggalkan negeri tua, yakni Tonsea Ure
dan mendirikan perkampungan- perkampungan baru. Surat Xaverius Dotulong
pada 3 Februrari 1770 kepada Gubernur VOC di Ternate mengungkapkan bahwa
ayahnya, I. Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis pembangunan
kota ini. Hal ini diperkuat oleh para Ukung di Manado yang mengklaim
sebagai turunan dotu Bogi, putera sulung dari beberapa dotu bersaudara
seperti juga dikemukakan Gubernur Ternate dalam surat balasannya kepada
Xaverius Dotulong pada 1 November 1772.
Asal nama Kema
Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan
perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang
mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang
dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa
Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal
dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan.
Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat
onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori
serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan
"Kemas of grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea.
Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain
sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri
Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema
oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado
menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu
Ukung Tua Kema adalah Xaverius Dotulong.
Portugis dan Spanyol merupakan tumpuan kekuatan gereja Katholik Roma
memperluas wilayah yang dilakukan kesultanan Ottoman di Mediterania pada
abad ke-XV. Selain itu Portugis dan Spanyol juga tempat pengungsian
pengusaha dan tenaga-tenaga terampil asal Konstantinopel ketika dikuasai
kesultanan Ottoman dari Turki pada 1453. Pemukiman tersebut menyertakan
alih pengetahuan ekonomi dan maritim di Eropa Selatan. Sejak itupun
Portugis dan Spanyol menjadi adikuasa di Eropa. Alih pengetahuan
diperoleh dari pendatang asal Konstantinopel yang memungkinkan bagi
kedua negeri Hispanik itu melakukan perluasan wilayah-wilayah baru
diluar daratan Eropa dan Mediterania. Sasaran utama adalah Asia-Timur
dan Asia-Tenggara. Mulanya perluasan wilayah antara kedua negeri terbagi
dalam perjanjian Tordisalles, tahun 1492. Portugis kearah Timur
sedangkan Spanyol ke Barat. Masa itu belum ada gambaran bahwa bumi itu
bulat. Baru disadari ketika kapal-kapal layar kedua belah pihak bertemu
di perairan Laut Sulawesi. Kenyataan ini juga menjadi penyebab terjadi
proses reformasi gereja, karena tidak semua yang menjadi "fatwa" gereja
adalah Undang-Undang, hingga citra kekuasaan Paus sebagai penguasa dan
wakil Tuhan di bumi dan sistem pemerintahan absolut theokratis ambruk.
Keruntuhan ini terjadi dengan munculnya gereja Protestan rintisan Martin
Luther dan Calvin di Eropa yang kemudian menyebar pula ke berbagai
koloni Eropa di Asia, Afrika dan Amerika.
Dari kesepakatan Tordisalles itu, Portugis menelusuri dari pesisir
pantai Afrika dan samudera Hindia. Sedangkan Spanyol menelusuri Samudera
Atlantik, benua Amerika Selatan dan melayari samudera Pasifik.
Pertemuan terjadi ketika kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Maggelan
menelusuri Pasifik dan tiba di pulau Kawio, gugusan kepulauan Sangir
dan Talaud di Laut Sulawesi pada 1521. Untuk mencegah persaingan di
perairan Laut Sulawesi dan Maluku Utara, kedua belah pihak memperbarui
jalur lintas melalui perjanjian Saragosa pada tahun 1529. Perjanjian
tersebut membagi wilayah dengan melakukan batas garis tujuhbelas derajat
lintang timur di perairan Maluku Utara. Namun dalam perjanjian
tersebut,
Spanyol merasa dirugikan karena tidak meraih lintas niaga dengan
gugusan kepulauan penghasil rempah-rempah. Untuk itu mengirimkan
ekspedisi menuju Pasifik Barat pada 1542. Pada bulan Februari tahun itu
lima kapal Spanyol dengan 370 awak kapal pimpinan Ruy Lopez de
Villalobos menuju gugusan Pasifik Barat dari Mexico . Tujuannya untuk
melakukan perluasan wilayah dan sekaligus memperoleh konsesi perdagangan
rempah-rempah di Maluku Utara.
Dari pelayaran ini Villalobos mendarat digugusan kepulauan Utara
disebut Filipina, di ambil dari nama putera Raja Carlos V, yakni
Pangeran Philip, ahli waris kerajaan Spanyol. Sekalipun Filipina tidak
menghasilkan rempah-rempah, tetapi kedatangan Spanyol digugusan
kepulauan tersebut menimbulkan protes keras dari Portugis. Alasannya
karena gugusan kepulauan itu berada di bagian Barat, di lingkungan
wilayahnya. Walau mengkonsentrasikan perhatiannya di Amerika-Tengah,
Spanyol tetap menghendaki konsesi niaga rempah-rempah Maluku-Utara yang
juga ingin didominasi Portugis. Tetapi Spanyol terdesak oleh Portugis
hingga harus mundur ke Filipina. Akibatnya Spanyol kehilangan pengaruh
di Sulawesi Utara yang sebelumnya menjadi kantong ekonomi dan menjalin
hubungan dengan masyarakat Minahasa.
Pengenalan kuliner asal Spanyol di Minahasa
Peperangan di Filipina Selatan turut memengaruhi perekonomian
Spanyol. Penyebab utama kekalahan Spanyol juga akibat aksi pemberontakan
pendayung yang melayani kapal-kapal Spanyol. Sistem perkapalan Spanyol
bertumpu pada pendayung yang umumnya terdiri dari budak-budak Spanyol.
Biasanya kapal Spanyol dilayani sekitar 500 - 600 pendayung yang umumnya
diambil dari penduduk wilayah yang dikuasai Spanyol. Umumnya
pemberontakan para pendayung terjadi bila ransum makanan menipis dan
terlalu dibatasi dalam pelayaran panjang, untuk mengatasinya Spanyol
menyebarkan penanaman palawija termasuk aneka ragam cabai (rica), jahe
(goraka), kunyit dll.
Kesemuanya di tanam pada setiap wilayah yang dikuasai untuk persediaan logistik makanan awak kapal dan ratusan pendayung.
Sejak itu budaya makan "pidis" yang di ramu dengan berbagai bumbu
masak yang diperkenalkan pelaut Spanyol menyebar pesat dan menjadi
kegemaran masyarakat Minahasa.
Ada pula yang menarik dari peninggalan kuliner Spanyol, yakni budaya
Panada. Kue ini juga asal dari penduduk Amerika-Latin yang di bawa oleh
Spanyol melalui lintasan Pasifik. Bedanya, adonan panada, di isi dengan
daging sapi ataupun domba, sedangkan panada khas Minahasa di isi dengan
ikan.
Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan
"pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur
mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup
turun-temurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda
dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk
setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan
memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan
harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan
mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat.
Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol
Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617
dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol
terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras,
sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada
tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol,
sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).
Sumber: Wikipedia bahasa Indonesia
3 comments:
jadi intinya tujuan spanyol datang ke indonesia? dan apa saja yg spanyol lakukan selama di indonesia? dibales yaa tolong. makasih :)
Sama seperti Portugis datang ke Indonesia (Maluku) adalah untuk mencari negeri rempah-rempah. Spanyol juga ke Indonesia (Maluku) setelah sebelumnya mendarat di Philipina. Portugis lebih beruntung karena sudah lebih dahulu mendapatkan negeri impian ini, sementara Spanyol merasa kurang beruntung sebab hanya mendapatkan Philipina yang rempah-rempahnya tidak sehebat di Maluku.
Apa yang dilakukan oleh Spanyol di INdonesia? jawabannya jelas seperti halnya Portugis. Mereka berdagang rempah-rempah, namun kemudian mereka berusaha mendapatkan hak berdagang yang lebih dengan bekerjasama dengan Kerajaan Bone. Saat itu di Maluku ada 2 kerajaan BEsar yaitu Kerajaan Bone dan kerajaan Ternate.
Kerajaan Ternate sudah lebih dulu bekerjasama dengan Portugis, dan menjadikannya kerajaan yang maju sementara Portugis juga mendapatkan keuntungan yang besar.
Kerajaan Bone yang kalah bersaing dengan kerajaan Ternate akhirnya mau bekerjasama dengan Portugis. namun, kerjasama ini dimanfaatkan oleh Portugis dengan mengeruk keuntungan yang besar.
melihat perkembangan Spanyol yang semakin sukses di Bone, Portugis mulai was-was. Akhirnya terbit perjanjian Saragoza (1529) yang mengharuskan Spanyol kembali ke Filipina seperti perjanjian awal yaitu Perjanjian Tordesilas (1494)
Posting Komentar